Kronologi Penyerangan Umat di Lingk Besi, Paroki Banteng Yogyakarta

Mendengar dan membaca informasi terkait peristiwa kekerasan yang terjadi di rumah Bapak Julius, saya meluncur dari Semarang ke Rumah Sakit Panti Rapih Yogya. Setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam, saya tiba di rumah sakit. Meski bukan jam bezoek, saya diijinkan masuk. Mas Awi, yang sudah lebih dahulu tiba di sekitar rumah sakit ikut masuk bersama saya. Saya berjumpa dengan Pak Julius yang sedang menerima telepon sambil duduk di atas ranjang. Mata kanannya memar akibat pukulan. Tulang bahu sebelah kiri patah. Kepala dekat telinga kiri dijahit dan diperban. Semua itu akibat pukulan, tendangan, lemparan batu dan tebasan senjata tajam yang menghujam ke tubuhnya.  

Brutal dan sadis

Mendengarkan kisah yang disampaikan Julius yang selama ini dikenal baik di masyarakat dan terlibat dalam banyak kegiatan lintas iman di tempat dia tinggal, serangan yang dia alami itu sungguh brutal dan sadis. Tendangan, pukulan, lemparan pot dan batu, bahkan tikaman senjata tajam dilancarkan para penyerang. “Saya sudah jatuh tersungkur, entah bagaimana jadinya seandainya saya tidak bisa menghindar. Kepala saya mungkin sudah pecah tertimpa pot dan batu yang dilemparkan ke arah kepala saya. Mereka berteriak: Bunuh! Allahu Akbar! Untunglah saya diselamatkan dua orang polisi yang ada di lokasi. Mereka melempar saya ke dalam rumah dan menutup pintu rumah saya.” Tutur Pak Yulius. Serangan yang menimpa dirinya merupakan serangan kedua malam itu, Kamis, 29/5, sekitar pukul 21.20. Pak Yulius pulang ke rumah karena mendapat telepon dari Rico, anaknya bahwa sekelompok orang melempari rumahnya saat sekitar 15 orang di dalam rumahnya sedang latihan koor setelah berdoa rosario bersama.  

 

Serangan pertama

Serangan pertama terjadi sekitar pukul 20.30. Nur Wahid bersama Tiara (8th) duduk di teras rumah Julius untuk menjemput Weny, istrinya yang ikut berdoa rosario dan latihan koor. Tiba-tiba serombongan orang berjubah dan celana komprang datang menyerbu dengan lemparan batu dan alat setrum. Wahid yang kepalanya sudah bocor berdarah-darah akibat terkena lemparan batu masih menerima setruman di tangannya. Dia dikeroyok tiga orang yang menghajar wajahnya. Tiara yang ada di pelukannya tak luput dari serangan alat setrum di tangannya. Anak kelas dua SD Kanisius Sengkan itu masih trauma dan dirawat di RS Panti Rapih bersama ayahnya. Wahid melihat istrinya keluar sambil berteriak-teriak. Dia meminta istrinya masuk ke dalam rumah bersama Tiara. Setelah itu, Wahid lari meminta pertolongan orang kampung sambil teriak-teriak, “Tolong saya diserang laskar…” Dia yang terus berdarah langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sementara itu, Rico, anak Julius, berhasil menyembunyikan belasan umat yang di dalam gudang. Tadinya mereka mau disembunyikan di kamar mandi, namun terlalu sempit. Mereka itu sebagian besar ibu-ibu dan tiga orang anak serta seorang nenek. Mereka bersembunyi di dalam gudang itu sekitar satu jam sampai polisi datang ke TKP. Sementara itu, Rico mencoba menghubungi ayahnya. Dia senidri sempat menjadi sasaran orang-orang yang brutal itu. Dia yang sempat terkepung namun berhasil lolos karena meminta ampun saat mendengar teriakan “Bunuh!” lari meminta pertolongan ke tetangga dan menghubungi ayahnya, Julius. Malam itu, Julius sendiri sedang berada di Kantor Penerbitan Galang Press tempat dia bekerja sebagai direktur, karena ada doa bersama lintas agama menyambut Pilpres 2014. Mendengar kabar bahwa terjadi serangan brutal di rumahnya, Julius meluncur menuju rumah bersama dua orang Polda DIY.  

 

Serangan kedua

Sesampai di rumah, keadaan senyap. Wahid dirawat di rumah sakit terdekat. Belasan umat yang sebagian besar ibu-ibu masih bersembunyi di gudang. Tak lama setelah itu, rombongan para penyerang datang lagi dan saat itulah Julius menjadi sasaran mereka! Syukurlah, Julius bisa diselamatkan kendati kepalanya bocor dan tulang bahunya patah. Serangan pertama dilakukan oleh 10 orang. Serangan kedua oleh 8 orang. Pada serangan yang kedua itu, selain Julius, Michael – wartawan KompasTV juga menjadi sasaran amuk massa brutal itu. Micha yang sempat menyuting serangan terhadap Julius menjadi sasaran mereka. “handycam”-nya drebut setelah dia sendiri dipukuli oleh empat orang yang sadis dan bengis itu. Sempat terjadi dialog antara Michael dan mereka. Meski dia sudah mengaku bahwa dirinya dirinya adalah seorang wartawan, toh tetap dihajar juga.  

 

Motif intoleransi dan politis

Kita bertanya-tanya, apa motif penyerangan itu? Motif intoleransi atas kebebasan ibadah? Atau ada motif-motif lain yang bersifat politis? Sebetulnya, sejak tanggal 1 sampai 28 Mei, di rumah Julius sudah diselenggarakan doa rosario dan tidak ada masalah. Kalau memang motifnya adalah intoleransi, mengapa serangan baru dilancarkan pada hari ke-29? Yang jelasi aksi brutal itu tidak merupakan tindakan spontan melainkan terencana. Bahwa mereka datang menyerang denga batu, alat setrum dan senjata tajam, itu merupakan indikasi keterencanaan aksi tersebut. Bahwa mereka mengenakan jubah dan celana komprang serta teriakan-teriakan khas keagamaan tertentu, itu mengindikasikan radikalitas dan fanatisme tertentu. Disadari atau pun tidak, ada motif intoleransi di situ. Ada kecurigaan motif politik terkait dengan kegiatan Julius sebagai tim jaringan relawan untuk Capres Jokowi. Rencananya, Senin (2/6) akan ada aksi menghantar Jokowi menghadap Sri Sultan HB X. Julius sendiri sebelumnya menjadi Tim Sukses pemenangan GKR Putri Hemas dalam Pileg yang lalu. Apa pun motivasi penyerangan itu, kita tidak pernah setuju bahwa kekerasan menjadi cara bergaul di negeri ini. Aparat Kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini! Jangan biarkan pelaku kekerasan seperti itu berkembang di negeri ini. Kita sedih menyaksikan aksi serupa terus terulang!  

 

Para pelaku

Para pelaku penyerangan bukan orang baru. Beberapa dari mereka dikenali nama dan aktivitasnya. Bahkan dua di antara mereka adalah tetangga di depan rumah julius. Bahkan lagi, salah satu adalah bekas mahasiswa Julius. Menurut penuturan Sumadi yang sempat saya jumpai di RS Panti Rapih, mereka itu sudah beberapa kali bikin ulah di perumahan maupun di masyarakat. Bahkan sempat hendak diusir oleh warga. Sumadi pun mengenal mereka. Termasuk Wahid juga mengenal mereka. Maka, tunggu apa lagi, para aparat terhormat, mengapa mereka tidak ditindak tegas dan diusut tuntas? Jangan biarkan masyarakat dicekam rasa cemas akibat ulah para pelaku kekerasan brutal itu dan jaringannya? Bila tidak, mereka akan menjadi gerombolan anak macan yang siap menerkam siapapun, termasuk pawang-pawangnya!

 

 

Dalam perjalanan balik dari Yogya ke Semarang

Rm Budi Purnomo

Majalah INSPIRASI, Lentera yang Membebaskan

Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang

 

Post Author: omknet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *