Aku ingin Mendaki Bersama Kristus (part 3)

Mandaki gunung bukan menjadi salah satu kegiatan favoritku, karena nafasku termasuk pendek, dan belakangan ini jarang olah raga, aku nggak tau gimana jadinya. Tapi mendaki gunung tertinggi di Aschau- daerah tempatku tinggal, menjadi suatu tantangan yang menarik buatku, apalagi mendakinya bersama teman teman YOUDEPRO ( youth development project). Setelah kegiatan seminggu yang padat , office work mulai 9-6 sore, mungkin tidak ada alasan buatku untuk menolak. Setelah seminggu dijejali dengan meeting dan diskusi. Setelah persiapan mental selama beberapa hari, dan juga mempersiapkan sepatu, air minum dan perlengkapan yang lain, kami siap untuk berangkat. Kondisi yang saling mendukung satu sama lain, membuatku jadi percaya diri bahwa kami bisa mendaki ke atas.

 
Kami bersembilan, termasuk dengan 4 teman dari Johann mentor kami. Karena beberapa diantara kami ingin menaiki gondola, maka kami putuskan untuk naik dengan gondola ke stop 1, dan melanjutkan dengan mendaki. Pemandangan yang indah, cuaca yang cerah membuat hati kami pun senang. Kami mendaki ke stop 2 selama kurang lebih satu jam . Aku berhasil melalui satu jam pendakian dengan sukacita, gembira, walaupun sedikit lelah, tapi aku sangat optimis kali ini aku bisa sampai puncak. Setelah di stop 2 ini, Valentine YOUDEPRO asal Kenya- yang juga teman sekamarku- merasa tidak enak badan dan ingin berhenti, namun yang lain ingin melanjutkan sampai puncak tertinggi, kira kira dua jam pendakian jaraknya. Akupun ingin sekali melanjutkan sampai ke atas, toh sudah sampai disini, dan kapan lagi bisa kesini lagi kan? Dan puncak nya sudah bisa dilihat dari stop 2, Jadi aku juga mendukung keinginan teman teman untuk melanjutkan pendakian ke atas dan menyemangati valentine untuk pergi ke atas bersama kami. Namun apa daya, tubuhnya tidak sehat, dia ingin istirahat di bawah.

 
Tidak ada satupun dari kami yang bergerak. Kami tidak ingin meninggalakan Valentine sendirian, tapi hampir semua orang dari group ingin mendaki sampai puncak. Ada terbesit dipikiranku untuk sampai disini saja, namun pikiran lain bilang, kapan lagi aku punya semangat seperti ini? Belum tentu lain hari bisa sampai sini?. Sejenak aku melihat sekeliling, indahnya alam di stop 2 ini, cukup tinggi, cukup indah, cukup buatku. “ ok i’ll stay then, I’ll accompany valentine here” kataku tanpa pikir panjang. Semua mata tertuju padaku , “ Are you sure? You will not regret it? ” kata ivan teman dari Kroasia. “ YES SURE” kataku. Aku memastikan mereka bahwa aku akan tinggal, dan memastikan valentine baik-baik saja sampai mereka turun. Satu pesanku, agar mereka bisa meneriakkan namaku di puncak sehingga aku bisa dengar dari bawah . Setelah itu merekapun berangkat ke atas.

 
Ditemani dengan desiran angin dan kumbang-kumbang, aku berebah di rumput , menemani valentine beristirahat. Saat aku menunggu mereka turun kurang lebih 2 jam, disitulah aku berbincang dengan Tuhan. Dia membuat ku merenungkan bahwa kita boleh punya keinginan yang tinggi, kemauan yang kuat, namun terkadang kita harus merelakan itu untuk suatu hal yang lebih penting di mata Tuhan, mungkin tidak menguntungkan bagi kita, namun lebih untuk kepentingan bersama, meskipun jarak yang dituju tinggal satu langkah lagi. Dalam pelayanan di OMK misalnya, ada seorang teman yang kurang bisa mengikuti kegiatan karena masalah spirtualitas dan harus didampingi, sementara yang lain sudah lebih ahli. Kita tidak bisa meninggalkan yang satu ini, meskipun kitapun sudah ahli,harus ada satu orang yang mendampingi dia agar bisa ahli seperti yang lain. Seperti halnya yang tertulis di Lukas 15:4, bila ada seorang domba yang hilang, seorang gembala akan mencarinya, dan bila Ia menemukannya, Ia akan memopongnya dengan bahagia. Hidup kita ini bukan untuk diri kita sendiri, tapi hidup yang memberi, hidup untuk membantu orang lain. Pengorbanan terbesar adalah pengorbanan seseorang yang berani mati untuk sahabatnya ( yoh 15: 13).

 
Apakah aku menyesal? Mungkin itu bukan kalimat pertanyaan yang tepat untukku, karena aku tidak tau apa yang harus aku sesali. Yang jelas aku PUAS dan BAHAGIA, karena pada akhirnya aku bisa melawan keinginan pribadiku, melebarkan batas toleransiku, dan menata emosiku untuk kepentingan orang lain. Mungkin akan banyak hal dalam proses 3 bulanku di Jerman ini. Aku punya firasat bahwa Tuhan akan mengobrak abrik dinding egoku yang terbentuk oleh ruang kenyamananku selama di Indonesia, tapi aku yakin itu semua untuk sesuatu yang baik, jauh dari apa yang aku pikirkan, karena Tuhan lah yang paling tau yang terbaik buatku.

 

By Nadia Nicole

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *