Tegangan-Tegangan itu Kami Lalui (Part 4)

Suatu hari kami pergi ke Augsburg, salah satu kota tertua di Bavaria, dan juga tempat dimana Headquarter YOUCAT didirikan pertama kali. Kotanya indah, tidak terlalu besar, namun banyak anak muda tinggal disana. Bangunan tingkat berderet dengan tinggi yang relatif sama, dengan jendela kecil- typical bavarian arsitektur, menjadi salah satu daya tarik yang mencuri perhatianku. Toko berderet menyediakan kebutuhan warga Augsburg, tidak kurang kurang kelengkapannya, ada trem yang melintas di tengah kota,dan bus yang berkeliling di beberapa tempat. Ada beberapa orang memainkan alat music tradisional dan menyanyi, mempertunjukkan kemampuannya di depan pusat perbelanjaan kota. Kota yang tidak terlalu padat, sehingga aku bisa menemukan ketenangan di tengah aktifitas kota.

Kami berangkat ber 6- full team. Johann (Jerman), Ivan( Kroasia), Sharon( Irlandia), Kara(USA), Vallentine(Kenya) dan aku. Kami berangkat dengan mobil, kali ini Sharon yang menyetir. Sabuk pengaman merupakan hal yang penting di Jerman, tiap penumpang harus menggunakan sabuk pengaman, baik yang di depan maupun di bangku belakang, jika tidak akan membahayakan keselamatan penumpang, dan juga yang menyetir bisa kena tilang di SIM nya. Maka sebelum berangkat kami memastikan tiap sabuk pengaman terpasang. Namun Ivan yang duduk di belakang , karena tidak biasa, harus diingatkan untuk mengenakan sabuk pengaman. Sharon cukup berpengalaman, bisa dilihat dari cara dia menyetir dan memprediksi jalan. Awalnya Sharon biasa menyetir di sebelah kanan seperti di Indonesia, namun dia cepat beradaptasi dengan haluan di Jerman yang harus menyetir di sebelah kiri. Jarak yang kami tempuh sekitar 2 jam dengan auto bahn( sejenis jalan tol yang menghubungkan kota dengan jarak jauh). Kami tidak terlalu khawatir karena ada Johann yang fasih berbahasa Jerman dan dengan bantuan GPS kami sampai ke Augsburg dengan selamat.

Setelah puas berjalan-jalan, kami siap untuk kembali ke Aschau. Kali ini Johann tidak bersama kami, karena ada beberapa urusan yang harus dia selesaikan di Augsburg. Sharon tidak keberatan untuk membawa mobil kembali ke Aschau, dan Kara besedia menjadi co driver dan duduk disamping sharon di bangku depan. Saat mobil sudah berjalan, Ivan yang berada disebelahku tidak menggunakan safety belt. Lalu aku mengingatkan dia secara casual “ hallow brother, safetybelt donkk” dengan logat Indonesiaku. Sharon yang sedang menyetir segera meminta Ivan untuk segera menggunakan sabuk pengamannya, namun Ivan tidak bergerak sedikitpun. Langsung saja Kara menghadap ke belakang dan dengan tegas menyuruh Ivan untuk menggunakan sabuk pengaman dan memaparkan apa yang akan terjadi jika dia tidak segera memakainya. Nada Kara yang terkesan keras, membuat Ivan sedikit tersinggung. Dengan wajah yang kurang enak, dia menarik sabuk pengamannya . Suasana di mobil tegang, tidak ada percakapan yang membuahkan tawa sampai di rumah.

Sesampainya di rumah, ternyata memang ada yang harus diselesaikan. Ivan menyuruh kami semua berkumpul di ruang tamu, untuk membicarakan hal yang baru terjadi. Dengan bahasa Inggris yang terbatas, dia menjelaskan betapa dia berusaha sebaik baiknya untuk menyesuaikan diri dengan budaya yang berbeda beda yang dibawa oleh setiap kami, bagaimana dia tidak biasa untuk menggunakan sabuk pengaman di daerahnya, dan juga dengan cara Kara yang tegas memaksa menggunakan sabuk pengaman, padahal dia Pria, dan paling tua diantara kami semua, Ivan terlihat sedikit kecewa. Suasana yang tegang terasa di seluruh ruangan, aku tidak menyangka bahwa maksud baik kami membuat Ivan tersinggung. Namun tidak lama suasana mencair karena Kara meminta maaf atas kejadian yang terjadi. Sharon berusaha menengahi dengan memberikan Ivan pengertian tentang pentingnya sabuk pengaman bagi keamanan bersama, bukan hanya untuk keselamatan Ivan, dan juga tentang perturan lalu lintas di Jerman. Selain itu Sharon bertanggung jawab untuk keselamatan semua yang ada di mobil. Sharon menyadari mungkin cara kami yang sedikit keras yang akhirnya membuat Ivan tersinggung, dan kami minta maaf karena itu, dan kami meminta Ivan untuk bekerja sama agar kerja sama team tetap terjalin, dan tidak ada kesalahpahaman.

 
Tidak gampang memahami orang lain, siapa bilang mudah? Hidup dalam keanekaragaman budaya, yang memiliki nilai-nilai tersendiri yang dijunjung tinggi, membuat kita kesulitan dalam memahami satu sama lain. Cara penyampaian juga harus diperhatikan, Maksudnya baik, bila cara penyampaiannya kurang baik, maka tidak kena sasaran. Penyampaian baik, tapi waktunya kurang pas, juga akan tidak akan kena sasaran. Sebagai sebuah team, komunikasi sangat penting untuk menjalin relasi yang baik. Dengan tidak menunda masalah, dan membicarakannya secara terbuka dan kekeluargaan, membuat hubungan menjadi lebih erat. Aku jadi ingat tentang surat kepada jemaat di Ibrani “ marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:24-25). Aku salut karena team YOUDEPRO 2015 telah berhasil melalui beberapa masalah dengan cara berdiskusi bersama , menanggalkan ego masing-masing dan mementingkan kepentingan bersama.

By Nadia Nikole

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *