Mendayung Bersama OMK ASMAT

 

IMG-20150630-WA0029

Ketika hendak menulis tentang pengalaman kerja sebagai koordinator Komisi Kepemudaan, yang terlintas adalah kelucuan, kegilaan, semangat berbagi kisah, dan kerjasama dengan OMK.  Memang waktunya hanya dua tahun dan masih minim dalam pengalaman, tetapi sejujurnya, ini merupakan pengalaman be-rahmat bagiku. Pokoknya, terima kasih OMK ….karena kalian, aku masih punya energi untuk melakukan sesuatu yang lebih lagi…

 

OMK Keuskupan Agats adalah komunitas orang muda yang unik. 80% adalah pemuda dan pemudi Asmat. Selebihnya adalah campuran berbagai macam suku di Papua yang dilahirkan dan dibesarkan di Asmat. Ada juga sekumpulan anak muda asal suku di luar papua yang dilahirkan atau bekerja di Asmat. Dari 80 % teman OMK asli Asmat ini, semua tersebar di 12 paroki dan 3 kuasi paroki di Keuskupan Agats. Jumlah yang pasti saya lupa, tapi campuran (14-40 tahun).

 

Lho, kok 13 tahun? Yap! Critanya, berawal di Parokiku. Ada anak-anak SD yang marah-marah, “Pater, kenapa kami tidak boleh masuk OMK?”, “Kalian masih kecil”, kata saya. “Tidak pater, kami lebih tinggi dari Pater!”.  Melihat antusias dan sikap mereka, akhirnya semua sepakat mereka boleh bergabung di OMK.

 

Nahkoda Pertama

Ketika ditunjuk pertama kali oleh Uskup, saya merasa senang. Tapi ada juga rasa ragu, apakah saya bisa berperan sebagai nahkoda yang baik, yang bisa membawa ribuan OMK ini pada pelabuhan keselamatan?. Pengalaman memimpin sih jarang, lebih senang di belakang layar. Banyak hal dasyat telah dicapai oleh pemimpin sebelumnya. Apakah saya bisa? Apakah OMK menerima ide saya?  Apakah saya bisa sabar dengan keragaman cara berpikir, gaya, kegilaan, dll? … Wah Pusingggg, … mending langsung kerja!

 

1003298_10201538033512249_1077746425_n 256667_353452688074020_1904416876_o

Penumpang: Locus Teologicus Kita.

Wah, Penumpangnya variatif dengan berbagai tipe. Ada yang kalem, ada yang asik, ada yang santai, ada yang konyol, ada pendoa, ada senang hura-hura, dll. Semua ini  memberi warna. Isu warna kulit dan rambut juga turut memainkan peran penting dalam kapal besar ini. Untuk ukuran Papua secara umum, hal ini memang penting untuk dicermati. Sejak awal memang saya tekankan kepada aktifis OMK untuk selalu menghargai semua OMK. Tidak boleh memandang karena dia hitam atau putih, keriting atas lurus, cewek atau cowok, berkeluarga atau belum berkeluarga. Pinjam istilah keren, OMK  adalah Locus Teologicus kita.

 

Banyak hal yang kami temui dari penumpang ini. Penumpang kami dibagi dalam 4 wilayah besar (Agats, Pantai Kasuari, Atsj, dan Sawa Erma). Semua wilayah ini punya kekhasan yang unik dan sangat berbeda (bahasa daerah juga karaktertistik). Belum lagi golongan 20% yang disebutkan diatas tadi.  Problematika pun beragam: kawin di usia sangat muda, putus sekolah, pekerja muda, pengangguran, ketiadaan program kerja di Paroki/Wilayah, HIV/AIDS, kecemburuan social, fasilitas yang terbatas, dll.

 

Potensi? Pasti ada: Jumlah yang banyak, kreatif, jumlah lulusan sarjana bertambah, kritis dan berani, alam yang kaya dan unik, dukungan dan pemerintah daerah dan Keuskupan, pastor-pastor muda yang aktif. Kalau acara tradisi…weewwww, jangan tanya…mulai dari pukul tifa, nyanyi  lagu adat, dan mengukir adalah dunianya (maaf ya, yang terakhir hanya di Asmat kayaknya,…hehe).

 

Strategi Melawan Ombak

Ada berbagai cara yang saya dan tim lakukan pada masa itu untuk mempertahankan semangat OMK. Saya akui banyak tantangan yang tim kami hadapi dalam kepemimpinan ini. Pertama, kerjasama tim. Tim yang saya maksudkan tentu semua petugas pastoral di Keuskupan. Tim inti (Komkep) harus membuka ruang komunikasi lintas wilayah dan paroki. Kepentingan dari hal ini adalah agar kita bisa mengerti situasi. Dengan teamwork, Komkep bisa membaca arah dan melakukan sesuatu secara tepat.

 

Sikap yang paling tepat adalah mendengarkan, sabar, rendah hati, dan terbuka. Zaman ini, mendengarkan anak muda yang berduit rasanya lebih mudah, ketimbang mendengarkan anak muda yang tidak memiliki pekerjaan. Mendengarkan dan ngumpul dengan OMK yang cantik, lebih asik, ketimbang sebaliknya (gak curhat lho, hanya miris melihatnya..hehe). Mendengarkan memang sangat mahal. Sebagai pemimpin pun perlu semangat kerendahan hati. Bagaimana mengakomodir dan merangkul ide teamwork itu  >> p.e.n.t.i.n.g !. Saya juga tidak bisa memaksa pengetahuan dan ide-ide, apalagi dengan status IMAM saya (yang cenderung klasik dan biasaaaa…haha), dan menepiskan ide fresh or hot OMK. Terbuka adalah salah satu harga mati yang harus kita miliki. OMK akan berani mendekati dan ikut dalam perahu kita jika kita mau membuka hati untuk menerima mereka apa adanya.

 

Arus makin kencang. Hal ini sangat berpengaruh pada arah perahu. Kompasnya adalah Program kerja. Di Keuskupan kami, program kerja disusun dan wajib disetujui oleh Uskup dan dewan pastoral. Biasanya diawali dengan menjaring kebutuhan Paroki dan wilayah. Frekuensi komkep turun ke lapangan disesuaikan dengan kebutuhan Paroki atau wilayah. Uniknya, ada juga program lintas komisi. Dimana komisi lain dalam kapasistasnya, bisa mengisi dalam acara temu OMK di Wilayah atau Paroki. Asiknya, nah ini nih…biayanya bisa dibagi tiga: Komkep, Paroki, dan komisi yang membantu.

 

Program kerja tahunan memang penting. Biasanya berisikan jadwal umum komkep, dan Temu OMK Wilayah.  Karena teamwork kami cukup solid, biasanya acara penting mereka ikuti. Kebetulan tugasku di paroki memang tidak bisa ditinggalkan, jadi acara super penting saja yang saya ikuti. Misalnya rapat di Jakarta, Bandung, atau Bali…haha (skalian cuci mata sebenarnya…haha, biasanya bergiliran kok).

 

Puji Tuhan, sejauh ini arah kapal masih tepat. Semoga semakin melaju dan berani. Hal yang tidak bisa disingkirkan adalah Komkep mesti berani menjalin relasi dengan pemerintah lokal  dan LSM terkait, agar program kita juga ikut didukung. Pengalaman saya sih, kami pernah berkerjasama dengan Pemerintah Daerah dan LSM. Umumnya mereka sangat terbuka.  Kami senang, karena program pendampingan HIV/AIDS berjalan, latihan kepemimpinan, kesadaran ekologi terbangun, juga penghargaan terhadap kultur lokal meningkat. 100% OMK Asmat, memiliki identitas baru sebagai OMK ASMAT yang kaya dengan kultur dan keragaman. Saya bersyukur semua kegiatan kami didukung oleh banyak orang, terutama juga Orang tua dari OMK.

 

Ada apa setelah OMK?

Pendampingan pasca OMK memang diperlukan. Tidak sedikit OMK kami yang sudah menikah dan masih terlibat aktif sebagai OMK. Juga belum dipikirkan pendampingan OMK yang ada dalam masa peralihan setelah menikah. Keluarga muda yang punya hati dan cinta ditengah rekan-rekannya.

 

Setelah semua hal ini, diharapkan OMK semakin aktif dalam hidup menggereja, dan dapat memberi dampak positif bagi teman-temannya.

 

Sebuah Tawaran Pastoral OMK

Dari pengalaman singkat ini, saya memberanikan diri menawarkan sejumlah hal kepada teman-teman dan praktisi. Mungkin hal ini basi, tapi gak apa-apa…anggap saja warming up lagi deh:

  1. Pentingnya program komkep, program wilayah, dan paroki.
  2. Libatkan pastor paroki dalam program kerja kita, maka bisa mendorong para pastor paroki untuk membuat program khusus pendampingan OMK sesuai kekhasan paroki setempat.
  3. Berdayakan OMK, lewat apa kegiatan apa saja (pengalaman saya sih, pernah mengorganisir kebun OMK, kegiatan baca tulis untuk anak putus sekolah, koor, pembersihan lingkungan gereja, video music, latihan-latihan, dll. Semuanya dipimpin oleh OMK lho..!).
  4. Manfaatkan media social. Sekecil apapun beritanya, akan berdampak, walaupun hanya untuk satu orang pembaca.
  5. Buka mata, buka hati.  Banyak orang mau membantu, hanya mereka bingung caranya. Buka hati agar mereka bisa membantu. Pernah kami cocok-cocokin program kerja dengan LSM dan Pemerintah, pas klop langsung kerjasama. Semua ini mulai dari teamwork yang gak jemu-jemu bangun relasi sana-sini.

Demikian temans, sedikit sharing dari kami di Papua. Memang saya telah selesai dalam tugas ini, tapi semangat dan cara kerja masih saya bawa. Membagi kisah dengan teman-teman dari negara atau benua lain adalah pengalaman luar biasa. Bangga pernah menjadi nahkoda di kapal OMK di Keuskupan Agats. Hidup OMK Indonesia yang kaya dan ruaaarrrr biasa.  Ayo naik perahu ini, dan kita mendayung bersama!.

IMG-20150704-WA0000-1

Martin Selitubun, Pr

Mantan Komkep Agats.

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *