Salam rekan muda,
Hari Minggu 26 Juli sampai sabtu 1 Agustus 2015 saya berkesempatan mengikuti kegiatan liburan musim panas orang orang muda, lebih tepatnya mahasiswa CLU (comunione e liberazione università), di wilayah utara italia tepatnya di Campolongo. Pastor paroki tempat saya tinggal kebetulan menjadi pendamping mereka, jadi saya ikut terlibat di sana. Sehari-hari kami tinggal di paroki Santo Yakobus dan Yohanes dari para Eremit (chiesa degli eremitani) di jantung kota Padua yang memang menjadi salah satu kota pelajar terkenal di italia. Liburan mahasiswa ini memang diadakan setiap tahun pada musim panas. Tempat yang dipilih adalah pegunungan Dolomiti, sebuah warisan dunia dan dilindungi UNESCO. Meski di alam, acara sengaja tidak dibuat dalam bentuk camping melainkan di penginapan untuk mengatasi cuaca buruk dan ketersediaan makanan, mengingat acaranya dibuat selama satu minggu.
Acara dibuat sangat menarik, semenarik seperti yang biasa kita buat di Indonesia dengan melibatkan seluruh potensi orang muda yang dirangkum dalam kegiatan refleksi, aksi dan selebrasi.
Mereka yang datang di acara ini bukan dengan tanpa persiapan. Panita sudah menyiapkan bahan dan tema untuk dipelajari, didalami dan pada saat pelaksanaan menjadi inti kegiatan. Tema acaranya adalah menemukan pengalaman rohani sendiri dan membagikan dalam kehidupan. Untuk membantu menemukan pengalaman sendiri. Empat tokoh yang dipilih untuk menggali pengalaman sendiri yakni Ayrton Senna (pembalap F1), Van Gogh (pelukis), John Nash (peraih nobel bidang sains) dan RR.Tolkien (penulis buku). Empat nama ini kemudian menjadi nama kelompok mereka. Panitia dan peserta salingbertukar informasi lewat media elektronik, begitu juga kelompok berdiskusi melalui media elektronik tentang tokoh dalam kelompoknya..
Setelah ber”chit-chat” lewat media elektronik, perjumpaan tatap muka atau kopi darat adalah yang penting. Acara resmi dibuka pada hari senin dengan hiking ke gunung dan misa di puncak yang dipimpin oleh don Lucio Guizzo yang adalah pembina CLU di kota Padua. Hari kedua masih diisi dengan hiking di tempat dan ketinggian berbeda, dan disinilah peran kelompok yang saling membantu mulai dibangun. Sederhananya, yang kuat dengan besar hati membantu yang lemah untuk sama-sama meraih tujuan. Hari ketiga, secara intens diisi dengan sharing atas pendalaman tokoh dan membuat kesepakatan model selebrasi yang akan dibuat berdasarkan hasil sharing. Sesudah itu, hari-hari berikutnya kelompok bertemu dan menyiapkan penampilan yang akan dinilai oleh para juri.
Tentu teman2 tau, orang muda di sini sangat senang membaca buku dan diskusi. Ini bagian kultur mereka. Maka, banyak acara dibuat untuk untuk mengakomodasi hal ini. Kesempatan mengekspresikan diri dan berbicara di depan rekan-rekan merupakan penghargaan sekaligus latihan kepercayaan diri bagi mereka. Tidak ada rasa takut atau canggung. Apa yang di pikirkan atau dirasakan itulah yang diungkapkan. Sementara itu tidak ada penilaian dari teman lain karena setiap pengalaman orang itu khas dan unik dan memang tidak untuk dinilai baik-buruk, benar atau salah. Para tokoh dipilih karena punya reputasi dan cacatan yang cukup untuk dijadikan panutan baik dalam prestasi maupun dalam hidup iman mereka. Harapannya, dengan menggali pengalaman rohani sendiri, ke depan para mahasiswa ini menemukan kebebasan yang didasari oleh nilai-nilai seperti yang diharapkan Gereja, bahagia dalam pilihan hidup dan memberi kontribusi kongkret pada dunia.
Sekedar untuk di ketahui, komunitas mahasiswa ini merupakan sebuah gerakan orang muda yang ingin mendalami iman katolik secara mendalam dan menegaskan pilihan hidup dalam terang iman katolik. Nama gerakan orang muda ini adalah CLU (comunione e liberazione universita’), nama sebelumnya adalah GS (Gioventù Studentesca ). Komunitas ini didirikan oleh serang imam diosesan bernama Don Luigi Guissani tahun 1954 di Milan. Kegiatan dalam kelompok ini diantaranya perjumpaan, pendalaman iman dari buku sumber yang dibuat para pendamping mereka serta sharing atas hidup. Komunitas membantu untuk membuat setiap orang merdeka dalam memilih jalan hidup sesuai harapan Gereja dan menjalaninya dengan gembira, kegiatan ini disebut Sekolah berkomunitas. Kemerdekaan dan kegembiraan itu kemudian menjadi aktual dalam komitmen hidup keluarga, di tempat berkarya dan hidup menggereja, seperti terlibat dalam aktivitas doa dan liturgi yang ada di gereja masing-masing. (Rm. Martinus Adianto)