OMK Bangga Jadi Pemuda Indonesia

Foto 3. Cover Foto
Pesona Eksotis Gunung Klabat yang kehijauan membuat mata banyak pecinta alam melirik gunung ini sebagai destinasi pendakian untuk merayakan HUT Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70. Tak luput OMK Kevikepan Tonsea (Meliputi Kab. Minahasa Utara dan Kota Bitung) bersama dengan beberapa Tim Indonesian Youth Day (IYD) ikut menikmati keindahan alam gunung tertinggi di Sulawesi Utara ini dan melakukan upacara pengibaran Bendera Merah Putih serta membentangkan spanduk IYD.

 
Berikut Laporannya…..
Awalnya ragu saat menjadi koordinator tim pendakian Gunung Klabat (GK) di Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara (Sulut) karena berat badanku telah meroket naik. Dulu aku adalah pemuda yang giat berolahraga semasa tinggal di Jakarta, tapi setelah balik ke kampung halamanku Manado, badan sudah bertumbuh ke samping. Maklum, kuliner di Manado memanjakan lidah sampai tak peduli dengan kata gendut, gemuk ataupun buncit. Namun karena semangat Orang Muda Katolik (OMK) yang kepincut banget menaklukan GK, akhirnya tawaran menjadi guide kuterima dengan harapan bisa merayakan upacara kemerdekaan di atas puncak gunung. Berbekal persiapan sekitar sebulan, OMK Kevikepan Tonsea juga beberapa Tim IYD yakni Angela, Ernestasia, Lavenia, Fidel, Dejan dan Gilbert merasa yakin segalanya sudah siap mulai dari logistik sampai fisik.

 
Tim pun bergerak dari rumah masing-masing menuju jalur pendakian sekitar pukul 21.00 WITA, (15/8). Langit malam itu dipenuhi bintang, udara sejuk, angin bertiup lumayan kencang, semua lampu senter dikeluarkan guna menerangi jalan. Di awal jalur pendakian semua berkumpul dan berdoa bersama memohon perlindungan, kekuatan, kesehatan agar bisa meraih puncak dengan selamat yang ketinggiannya sekitar 1.995 mdpl. Tak lupa juga kudoakan teman-teman lain yang berhalangan hadir karena masalah kesehatan. Jalur pendakian ditempuh yakni melalui Kelurahan Airmadidi, yang memiliki 6 pos sebelum mencapai puncak dengan estimasi waktu sekitar 9 jam perjalanan waktu pendaki pemula.

Sementara rencana untuk turun akan melewati jalur pendakian lainnya yakni melewati Desa Laikit yang memiliki pos yang dikemas dalam bentuk Perhentian I sampai Perhentian XIV. Kami pun berjalan, langkah demi langkah, berusaha membuat setiap perjalan menjadi nyaman. Pos 1 sudah dilewati, rasa capek belum terasa, stock air minum masih banyak, tim masih happy, waktu saat itu menunjukan sekitar pukul 22.15 WITA. Medan pendakian mulai sulit saat di Pos 3 menuju Pos 4, banyak teman anggota panitia IYD mulai kecapean dan seakan menyerah. “Ayo semangat. Sudah mau setengah perjalan,” kata Maesa OMK dari Airmadidi.
Setelah sampai di Pos 4 kami rehat sejenak untuk mengisi perut, waktu menunjukan sekira pukul 02.35 WITA, semua anggota sudah lapar dan haus serta bercampur kelelahan. Bekal makanan pun dikeluarkan sebagian. Makan dan minum secukupnya agar fisik tetap bugar untuk melanjutkan perjalanan mencapai puncak. “Kalau terlalu banyak makan cenderung mengantuk dan perjalanan pun sedikit terhambat. Misi mencapai puncak sebelum pagi untuk menyambut pagi akan gagal. Ayo semangat untuk sunrise. Untuk HUT Proklamasi Republik Indonesia. Untuk Indonesian Youth Day,” kataku menyemangati. Dari pos 4 menuju 5 semakin sulit, tenaga tersita habis di antara pos ini.

Beberapa pendaki sering istirahat karena sudah sangat capek termasuk aku yang selalu berada di posisi paling belakang, sementara ada juga teman-teman yang masih semangat. Aku sempat mengatakan menyerah karena kekuatan fisik sudah tidak seperi dulu lagi, tapi teman-temanki terus menyemangatiku sehingga membuatku berusaha melawan rasa lelah itu. Udara semakin dingin karena sudah hampir mencapai puncak. Jaket dan sarung tangan dipakai untuk melawan udara dingin itu. Sesampainya di Pos 5, kami pun beristirahat tidur sekitar 1 jam penuh dan waktu itu sudah menunjukan pukul 05.00 pagi. Peluang menyaksikan sunrise pun hilang karena perjalanan menuju puncak membutuhkan waktu 2 sampai 3 jam lagi dari Pos 5, sementara matahari sudah terbit pada pukul 06.00 WITA. “Apa boleh buat, karena memang sudah tidak mampu, mendingan kita istirahat sejenak dan nanti menyaksikan sunrise besok saja,” ujarku.
Setelah matahari sudah terbit, sedikit mendapatkan tenaga karena sudah beristirahat tidur kamipun melanjutkan perjalanan menuju Pos 6. Semangat pagi, semangat baru pula. Kami pun sesekali berfoto saat dalam perjalanan dari Pos 5. Kurang lebih 2 jam perjalanan akhirnya kami sampai di Pos 6. Disitu sudah ada sekitar 14 tenda yang sudah didirikan dari berbagai komunitas pecinta alam. Rata-rata setiap tenda memasang bendera merah putih di pucuk tendanya. Rasa penat dan lelah pun seketika terobati melihat suasana di Pos 6. Sessi Foto pun tak disia-siakan. Bersama lintas komunitas kami berfoto di pos 6 kemudian melanjutkan perjalanan ke Puncak Klabat yang sekira 15 menit perjalanannya.

Setelah mencapai puncak, alam negeri ini memang nampak sangat indah. Mengutip kalimat yang terpampang di lokasi Museum Asia Afrika Bandung, kalau tidak salah kalimatnya seperti ini “Bumi Pasundan Diciptakan Saat Tuhan Lagi Tersenyum” Dan itu benar, Bandung memang indah, malah kurasa seluruh area di Indonesia diciptakan Tuhan saat Tuhan lagi tersenyum karena hampir di setiap tempat di Bumi Nusantara selalu memiliki pesonanya masing-masing. Di puncak Gunung Klabat misalnya, kita bisa melihat keindahan danau Tondano dari kejauhan yang membentuk seperti guitar. Di samping guitar raksasa itu, kita bisa melihat gunung Lokon di Tomohon dan Gunung Soputan di wilayah Minahasa Tenggara. Menengok ke arah utara ada Gunung Duasudara yang terletak di Kota Bitung dan jauh menatap ke arah barat, pulau Manado tua dan beberapa pulau kecil seperti Bunaken, Siladen dan pulau kecil lainnya. Keindahan pemandangan itu membuat kami merasa sangat puas melakukan pendakian ini.

Foto 1  Rombongan saat berada di puncak Gunung Klabat

Di atas puncak kami bertemu dengan rombongan Pramuka dari Minahasa Utara yang dikomandani oleh Maryo Sampouw yang juga adalah OMK dari Kevikepan Tonsea, Paroki Santa Ursula Watutumou. Kami pun melakukan persiapan kecil untuk upacara besok hari, 17 Agustus. Usaha untuk mengumpulkan semua pendaki di gunung klabat agar besok hari melakukan upacara bersama pun dilakukan, namun terkendala puncak Gunung Klabat tidak memiliki lokasi yang besar untuk menampung ratusan pendaki maka upacara dilakukan per komunitas. Rombongan kami memilih berupacara bersama dengan rombongan pramuka dengan Maryo Sampouw sebagai inspektur upacaranya. Upacara dimulai pukul 09.00 WITA. Kami berjumlah sekitar belasan orang menggelar upacara di puncak 1 menghadap arah view danau Tondano, sementara di beberapa lokasi terdengar juga mengadakan upacara, ada di Puncak 3. Ada di Pos 6 dan beberapa titik kosong yang boleh menampung 7 – 10 orang.

 

Arah menurun dari puncak 3 juga terdengar ada rombongan dari Mahasiswa AKPER Baramuli mengadakan upacara. Suasana kemerdekaan terasa saat itu. Terlebih saat membacakan Teks Pancasila kemudian diikuti anggota upacara. Rasa kebanggaan sebagai Pemuda Indonesia semakin tertanam dalam hati. Saat mendengarkan pembacaan teks proklamasi membuat aku berpikir Indonesia adalah Negara Merdeka, yang harus merdeka bukan hanya dari penjajah asing tapi merdeka dari berbagai aspek internal bangsa sendiri. Setelah melakukan upacara, kami berfoto bersama sambil membentangkan spanduk IYD. Teriakan go iyd, go iyd, go iyd pun terdengar, sebagai bentuk kesiapan OMK Keuskupan Manado menyambut OMK Indonesia.
Foto 2 Spanduk IYD Dibentangkan di Puncak Gunung Klabat

Kami pun packing untuk rencana turun tapi kami tidak turun lewat jalur pendakian sebelumnya, kami mengambil rute lainnya yang dibuat oleh OMK dari Paroki Laikit, Kevikepan Tonsea yang pos-nya diganti dengan konsep Jalan Salib Yesus yakni Perhentian I sampai Perhentian XIV. “Penasaran dengan rute pendakian perhentian satu sampai perhentian empat belas jadi kami ingin melewati jalur itu,” ucap Dody salah satu OMK dari Kevikepan Tonsea tepatnya OMK Maumbi. Setelah semua siap, kami pun turun bersama dengan OMK Laikit, Tommy, Agung, Anto dan Ryan, sementara OMK Airmadidi Maesa, Eden, Fandly dan Warsi turun di jalur semula melewati Kelurahan Airmadidi. Medan turun tak sesulit pendakian apalagi melewati jalur Laikit, tidak akan melewati rute seperti tangga helikopter di jalur Airmadidi. Namun namanya gunung, tetap tidak mungkin jalannya rata. Kami tetap kesulitan untuk berjalan turun, ada temanku yang saat turun harus menggunakan pantatnya karena sudah sangat capek melangkah. Aku juga sudah tidak mampu lagi. Di perhentian XI, kakiku sudah lecet baik kiri dan kanan, sementara masih ada sepuluh perhentian lagi. Aku menjadi yang paling belakang, setiap perhentian teman-teman menungguku.

Namun yang menarik dalam rute turun ini adalah setiap perhentiannya yang membuat kami merasa bahwa pendakian ini dalam suasana religi. “Anggap kita sedikit mencecap bagaimana Yesus merasakan kesakitan dan kelelahan saat memanggul salib,” celoteh Tommy OMK salah satu yang membuka rute pendakian ini pada Juni 1997. Setiap perhentian membuat kami tetap semangat karena kalau sudah capek, kami ingat akan penderitaan Yesus yang tidak sebanding dengan kelelahan kami, dimana Yesus melewati perhentian demi perhentian tanpa mengeluh. Dalam perjalanan turun kami membuat video singkat OMK kampanyekan kelestarian alam. Setelah melihat indahnya alam GK, dan melihat ada banyak pemuda yang tidak sadar bahwa mereka harus menjaga alam ini, maka kami membuat video kampanyekan kelestarian alam sebagai bentuk kecintaan kami terhadap hijaunya negeri ini. “Sampah masih banyak di puncak klabat dan sepanjang jalur pendakian. Berarti masih ada orang yang tidak sadar tentang bagaimana menjaga alam ini,” ujarku.

 
Perjalanan yang melelahkan namun terpuaskan dengan menyaksian betapa indahnya alam yang diciptakan Sang Kuasa. Melewati perhentian seperti jalan salib Yesus menyadarkan kami bahwa penderitaan Yesus jauh lebih berat dibandingkan mendaki Gunung Klabat. Dan yang terpenting dalam pendakian ini, kami telah membuktikan bahwa OMK bangga menjadi pemuda Indonesia dengan telah mengadakan upacara bendera memperingati HUT Proklamasi RI ke-70. Tak lupa juga kami membentangkan spanduk IYD di Puncak Klabat menandakan bahwa kami siap menyambut OMK Indonesia 2016 nanti.(Gusti ABO Kalengkongan)

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *