PERNAKAH terbayangkan dimasa tua anda harus berpisah dari keluarga dan harus tinggal di Panti jompo karena anggota keluarga tidak sanggup mengurusi? Pikiran anda pasti akan membayangkan suasana hidup yang tidak meyenangkan? Benarkah penafsiran buruk semacam itu bila hidup di panti jompo?
WAKTU menunjukan pukul 11 siang, nampak Orang Muda Katolik mulai berkumpul di halaman gereja Gembala Baik Abepura. Hari itu, Minggu 13 Desember 2015, adalah hari yang amat special bagi OMK Dekant Jayapura untuk bersiap-siap berangkat ke Panti Tresna Werdaha (Jompo) “ Tat Twam Asi” di Sentani Kabupaten Jayapura, tepatnya di Kampung Sereh.
Didampingi oleh Rm Wisnu Agung Widodo MSC, kami meluncur ke tempat yang telah ditentukan. Kami terbagi menjadi beberapa rombongan menggunakan 3 buah bus, 1 mobil pribadi dan beberapa menggunakan kendaraan bermotor. Segala persiapan telah kami lakukan, termasuk membawa beberapa sembako untuk kami persembahkan di acara KUNJUNGAN KASIH di sana. Acara ini merupakan social project Christmas day yang dimotori oleh Komisi Kepemudahan Keuskupan Jayapura.
Panti yang didirikan sekitar tahun 1982-1983 diatas lahan seluas 14.518 meter dengan luas bangunan 2.396 meter persegi oleh Kementerian Sosial. Panti ini awalnya bernama Sasana Tresna Werdha. Berjalannya waktu, panti tersebut berganti nama menjadi Panti Sosial Tresna Werdha “Tat Twan Asi” yang artinya Aku adalah Engkau dan Engkau adalah Aku. Seiring berlakunya UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, pengelolaan panti diserahkan kepada pemerintah Provinsi Papua dalam hal ini Dinas Kesejahteraan Sosial dan Masyarakat Terisolir Provinsi Papua. Pada saat ini panti Tresna Werdha menampung sekitar 61 orang yang sudah lanjut usia, baik laki-laki maupu perempuan dari berbagai suku,ras dan agama.
Sekitar setengah jam perjalanan akhirnya kami sampai di tempat tujuan dengan selamat.
Sekitar 300 OMK membanjiri panti tersebut, yang berasal dari berbagai OMK KategoriaL maupun Teritorial yang ada di Jayapura (PK, PMKRI, KMK serta OMK Katerderal, Argapura, APO, Abe, Waena dan Sentani). Kami bersyukur, dengan beberapa oma dan opa, kami dapat memulai acara. Master of Ceremonies (Dein Tatiana dan Nadia Sindar) didampingi panitia lainnya dengan semangat mulai membawakan acara. Diawali dengan ibadah singkat oleh Romo Wisnu sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dilanjutkan dengan sambutan-sambutan serta makan siang bersama OPA dan OMA.
Ada kenangan manis., lucu saat makan bersama, dimana setiap OMK harus meyuapkan bubur manado kepada opa dan oma. Tak terasa, air mata mulai jatuh di pipi mereka, entah karena kisah sedih mereka memperjuangkan kehidupan sehari-hari, atau melihat kepedulian OMK terhadap mereka. Kami pun mulai menghibur mereka dengan nyanyian bersama diiringi petikan gitar yang anggun ikut memeriahkan acara siang itu, terlihat wajah-wajah bahagia dari muka mereka yang sangat rentan, semunya terlebur dalam kesederhanaan yang begitu indah.
Acara demi acara mulai mengalir tak terasa, hingga akhirnya kami pun harus berpisah dengan mereka. Acara yang sangat meyentuh hati telah kami lakukan buat oma dan opa, walapun tidak terlalu meriah tetapi tetap dapat menghibur mereka. Terima Kasih oma dan opa, dengan melihat kalian, kami teringat orangtua kami yang meyayangi kami dan kewajiban buat kami sebagai OMK terlebih sebagai anak untuk berbakti kepada orangtua kami. Semoga kehadiran kami ini menjadi kado NATAL yang terindah buat opa dan oma serta semangat dalam menapaki suka-duka hidup di Panti.
Harapan terpencar dari muka meraka yang sangat rentan untuk dapat berjumpa kembali lagi. Semoga perjumpan ini menjadikan OMK yang lebih peka terhadap masalah-masalah Sosial yang ada ditengah masyarakat. Mari bergerak duhai OMK dengan semangat IN CARITATE ET HUMALITATE DEI (Dalam Kasih dan Kerendahan Allah).
By: THEO KELEN (SEKRETARIS OMK ABE)
