Perarakan Salib IYD 2016 di Kevikepan Palu (1)
*OMK Paulus Palu Bawa Salib 16 Jam ke Paroki Santo Thomas Modo
“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah,” (1 Korintus 1:18). Salib yang dimaksud ialah salib Yesus Kristus.
Salib sebagai kekuatan Allah itu dirasakan benar oleh mereka yang mengikuti prosesi salib Indonesia Youth Day (Hari Orang Muda Katolik Indonesia) 2016 mulai dari Paroki Santa Maria Bunda Hati Kudus Palu, Jumat (1/1). Apalagi setelah dihantar ke Paroki Santo Paulus Palu, Senin (4/1), penghantar salib mulai melewati jalan panjang dan sulit di pulau Sulawesi.
“Kami menempuh perjalanan jauh dari paroki ini ke paroki Santo Thomas Modo, Buol. Perjalanan memakan waktu 16 jam,” ujar Dionius Toberlianto, ketua OMK Paroki Santo Paulus Palu ketika dihubungi seksi publikasi dan dokumentasi IYD 2016, Selasa (19/1).
Dikatakannya, rombongan di bawah pimpinan pastor rekan paroki, Juventius Obosan berjumlah 14 orang ditemani 1 orang Dewan Pastoral Paroki (Fidelis Lumi). Berangkat dari pukul 1 siang, Kamis (7/1), mereka baru tiba di paroki Santo Paulus Modo pukul 06.30 pagi, Jumat (8/1).
“Waktu pertama mau berangkat ada godaan pada teman-teman untuk tidak ikut apalagi untuk menginap. Tapi berkat Tuhan, kami justru sangat bergembira dalam perjalanan,” ujarnya.
“Rombongan”, kata Dion, “Sangat antusias”.
Mereka seperti tidak lelah bahkan yang biasanya mabuk darat tidak muntah dalam perjalanan.
“Pastor Juven percaya juga semua berkat salib. Bahkan ia berdoa mengharapkan salib itu bisa memberkati daerah yang dilewatinya,” katanya.
Dengan menggunakan tiga mobil yaitu mobil pastoran, mobil pribadi dan mobil rental (yang disopiri pastor Juven, Fidelis Lumi dan OMK pemilik mobil), mereka disambut secara luar biasa oleh umat dan OMK Paroki Santo Thomas Modo.
“Semua terbayar lunas. Kami disambut pastor paroki, pastor Riko Ansouw dan disambut dengan menggunakan adat Flores karena semua di sana itu transmigran Flores,” ujarnya.
Dion yang didaulat mengarak salib sampai ke gereja paroki itu merasa tersentuh karena umat banyak yang menangis terharu melihat salib. Ia tak kenal lelah lagi walau baru saja melewati perkebunan sawit dengan laju kendaraan hanya 20 km/jam karena rusaknya jalan.
“Jarak ke sana sekitar 30 kilometer dari jalan trans Sulawesi,” katanya.
Umat Modo saat itu kata Dion bangun dari pukul 04.30 pagi. Karena jarak Palu-Modo sangat jauh, umat mempersiapkan diri kalau-kalau rombongan datang lebih cepat atau lebih lambat dari waktu normal.
“Kami langsung disambut dan salib segera diserahterimakan kepada pastor Paroki. Misa nanti diadakan pukul 16.00 karena banyak dari umat karyawan perkebunan kelapa sawit,” ujarnya.
Setelah serah terima, Dion mengatakan umat menyiapkan makanan ala kadarnya untuk disantap.
“Semua terasa sangat enak,” katanya.
Sempat tidur siang, rombongan OMK Palu beribadah bersama OMK Modo di depan salib. Sebelumnya sudah diatur dari pukul 06.30, umat bergantian berdoa di depan salib berdasarkan kelompok yang telah disusun pastor paroki juga kelompok serikat kepausan anak misioner (sekami).
“Jadi salib Tuhan tidak pernah sendiri. Dan OMK Palu dan Modo bersama-sama berdoa di jam terakhir sebelum misa,” ujarnya.
Setelah misa salib diarak ke gereja stasi Santo Martinus. Semua umat kata Dion ikut berjalan sampai rumah-rumah terlihat sunyi. Bahkan rombongan motor terlihat mengular mengikuti salib yang diangkat di atas mobil bak terbuka.
“Sepanjang perjalanan umat menyanyi lagu juga lagu Bunda Maria (ibu yang melahirkan dan membesarkan Yesus) dalam bahasa Flores. Bel-bel dibunyikan dan membuat semua umat baik yang berjalan kaki maupun mengendarai motor berinisiatif mengikuti,” katanya.
Jarak perjalanan, kata Dion tidak terlalu jauh. Akan tetapi medan yang ditempuh cukup berat.
“Setelah dari sana, kami dijamu makan oleh mantan ketua stasi. Setengah sepuluh malam mereka berangkat kembali ke Palu dan tiba Sabtu (9/1) pukul 17.00 sore,” ujarnya.
Dion tak lupa pula menceritakan bahwa ia membawa salib dengan pakaian lektor (pembaca Kitab Suci). Pakaian itu memang khusus dibawa dari Palu.
“Kami sempat singgah di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sebelum ke paroki. Saya diminta membersihkan diri dan diharuskan memakai baju lektor itu,” katanya.
Semua itu katanya didukung oleh doa. Novena (doa) IYD sudah dimulai di parokinya setiap satu bulan sekali.
“Kami satu bulan sekali. Barusan, Selasa (5/1),” ujarnya. (david manewus)