Catatan ringan dari
THE 2nd INDONESIA YOUTH DAY,
Keuskupan Manado, 1-6 Oktober 2016.
Perhelatan Indonesia Youth Day kedua baru saja berakhir, tapi gema masih terasa dalam hati dan pikiran saya.
Datang sebagai tamu undangan dari KWI untuk menjadi narasumber pada acara utama di hari terakhir atau puncak dari rangkaian IYD 2016. NgoPi atau Ngobrol Pintar bersama Mgr. Josef Suwatan MSC, Uskup Keuskupan Manado sebagai tuan rumah, Bpk. Agus sebagai Duta Besar Indonesia untuk Tahta Suci Vatikan, serta Daniel Manantha.
Saat tahu bahwa saya diundang dan ditawarkan jadi narasumber utama, terus terang ada rasa kaget, haru, dan bersyukur. Orang muda memang sudah 10 tahun menjadi sasaran saya dalam membantu menyadarkan kaum muda melalui program sederhana yang biasa disebut sebagai Awareness Seminar.
Sekarang di hadapan 3000-an orang muda saya bisa menjadi saksi hidup bagi mereka untuk menyadarkan bahwa betapa pentingnya mengubah pola pikir dari yang salah/lama yang membuat mereka merasa tidak percaya diri, takut, banyak kekhawatiran akan masa depan, bingung, galau, minder, atau apatis menjadi lebih positif.
Saya tahu tujuan besar ini tidak dapat diulas dalam hitungan menit atau jam. Harapan saya adalah setidaknya 10% dari 3000-an anak muda dapat tersentak dan punya keinginan untuk melakukan sebuah perubahan setelah mendengar apa yang saya bagikan.
Ternyata saya yang pertama dibuat tersentak. Melihat ribuan orang muda dari 37 Keuskupan di berbagai daerah seperti dari Medan, Palembang, Jakarta, Bogor, Bandung, Ketapang, Sintang, Makasar, Maumere, bahkan Timika dan Merauke plus 1 Keuskupan tamu dari Kinabalu, Malaysia. Total Orang Muda Katolik yang hadir berjumlah 3000-an orang ditambah umat yang hadir dengan penuh antusias memenuhi stadion Klabat. Tercatat ada 20 ribu-an orang yang memenuhi Stadion Klabat ketika acara Indonesia Youth Day 2016 dibuka.
Indonesia Youth Day bukan saja menjadi ajang berkumpulnya Orang Muda Katolik dari seluruh Indonesia, tetapi juga sarana untuk saling menunjukkan budaya bangsa dari berbagai wilayah di Indonesia. Begitu kaya dengan kreasi, kaya dengan ide-ide, penuh kehangatan, dan kekeluargaan.
Melihat IYD 2016 yang baru saja berlalu -tapi gemanya sungguh membahana sampai hari ini- membuat saya berpikir bahwa kekayaan Gereja Katolik bukan hanya terdiri dari Ajaran Bapa Gereja, Tradisi, dan Kitab Suci. Kekayaan Gereja Katolik juga ada di dalam Orang Muda Katolik.
Sebelum IYD telah dilaksanakan World Youth Day yang baru saja berakhir di Polandia dan sudah menjadi ajang World Youth Day ke-14 sejak dibuka pertama kali pada tahun 1986 di Roma oleh Paus Yohanes Paulus II. Gereja Katolik menunjukkan kepada dunia bahwa harta terbesar adalah ORANG MUDA.
OMK yang hadir di IYD sungguh mengharukan. Mereka hadir dengan semangat Gereja Awal, saling berbagi, hangat, penuh semangat kekeluargaan, makan minum dan memuji Tuhan, mengikuti kelas pengajaran dan penuh sukacita. Persis spt yg tertulis dlm Kis. 2: 44-47.
Melalui gambar dan video yang saya ambil, terasa sekali kebahagiaan dan sukacita terpancar pada wajah mereka. Seakan semua beban hilang, kegalauan lenyap dan lupa tentang masalah-masalah yang dimiliki. Semua yang terlihat membuat saya terharu dan terkadang meneteskan air mata karena energi para OMK benar-benar menjadi sebuah kekuatan yang tak mampu dibendung dengan akal sehat manapun.
Gegap gempita dan sukacita terbangun, tidak terpengaruh oleh sekat budaya. Mereka cepat beradaptasi, melebur, dan berkolaborasi menciptakan sesuatu yang baru.
Mereka memberikan Teladan dan Inspirasi bahwa tidak peduli seberapa bedanya budaya, ajaran, pendidikan, dan taraf sosial, mindset yang mereka punya adalah dapat menerima dan mengabaikan semua perbedaan tersebut, dan membangun sinergi yang luar biasa. Sekali lagi ini yang membuat saya semakin terharu.
Ulasan akhir:
Indonesia Youth Day 2016 memang sudah berakhir dengan sukses meski ada banyak kekurangan bagi kaum awam, panitia, dan KWI. Apa artinya kekurangan tersebut bagi Orang Muda Katolik Indonesia? Sejak awal mereka sudah menikmati kehangatan, kegembiraan dan sukacita Injil dalam diri OMK tuan rumah yang apa adanya. Kekurangan kecil tidak mampu mengubah Sukacita besar yang mereka yakini sebagai Rahmat sang Ilahi yang patut disyukuri.
Jika para Orang Muda Katolik Indonesia mampu memiliki spirit demikian lalu bagaimana dengan kita yang menyebut diri lebih dewasa, lebih banyak pengalaman, lebih banyak makan asam garam, lebih sukses, lebih terpelajar, dan lebih lebih lainnya?
Mampukah kita Bersinergi tanpa menonjolkan diri, lembaga, tanpa sibuk dengan penghargaan dan tepuk tangan, tanpa pujian, tanpa alasan, tanpa mencari kambing hitam tanpa ingin mencari tahu siapa yang benar, tanpa reward bahkan tanpa ditanggapi?
OMK INDONESIA…
Torang samua basudara
GO IYD… GO IYD… GO IYD
Salam Sukacita Injil.