Senin, 19 Maret 2018 adalah hari yang tidak akan pernah terlupakan dalam perjalanan hidup saya. Siapa sangka saya, perempuan beragama Islam yang berasal dari wilayah perbatasan Jawa Tengah dengan Jawa Timur dapat berjabat tangan langsung dengan pimpinan Takhta Suci Vatikan sekaligus Pemimpin umat Katolik di seluruh dunia itu.
Paus Fransiskus atau Pope Francis adalah sosok Paus pertama yang berasal dari luar wilayah Eropa, yakni negara Argentina maka tidak heran kalau teman saya yang berasal dari Argentina yang juga hadir di dalam pertemuan itu tampak sangat berbahagia. Romo Aloysius Budi Purnomo di Semarang dan Padre Markus Solo di Vatikan yang telah merekomendasikan saya menjadi perwakilan agama non-Katholik dari Indonesia untuk mengikuti Pre-synodal Meeting 2018 di Vatikan, Roma, dari tanggal 18 sampai 24 Maret 2018 lalu. Saya merasa terhormat karena dipilih untuk boleh memberikan kontribusi dan membagi pengalaman tentang situasi kondisi orang muda Katolik di Indonesia, terutama dalam relasi mereka terhadap umat beragama lain. Sebuah kesempatan yang sekaligus mempertemukan saya dengan 300-an orang muda lintas agama dari berbagai negara. Sekitar 99% dari mereka beragama Katolik.
Begitu menuju ke Conference Hall, Paus tampak menebar senyum tulus dan menerima ajakan selfie para peserta yang duduk di sisi tengah. Selain senang berbagi senyum ternyata Paus Fransiskus juga senang bercanda bahkan tawanya pun juga tetap terlihat tulus. Ada satu hal yang membuat saya terdiam kala itu. Pada beberapa pembicara sebelumnya, saya melihat di meja beberapa suguhan atau misal pun hanya minuman pasti gelasnya ukuran sedang tetapi hal itu tidak terjadi ketika Paus Fransiskus menjadi pembicara. Beliau lebih suka disuguhkan air mineral saja di dalam sebuah gelas berukuran kecil. Sebuah hal sepele, tetapi dari situ saya bisa melihat sisi kesederhanaan beliau. Bahkan ketika saya menjabat tangannya dan berkata “Pope, I’m a Muslim delegation from Indonesia” beliau berkata “Yes” dengan wajah tampak sumringah dan tetap memberi senyum tulus untuk saya.
Saya mengapresiasi setinggi-tingginya pada Takhta Suci karena telah menerima saya yang bukan umat Katolik ini untuk tidak sekedar melihat Vatikan tetapi juga masuk ke dalam bahkan menelusuri seluruh sisi dalam dari Basilika Santo Petrus, Gereja Katolik terbesar dan terpenting di dunia itu. Tidak hanya itu. Para penjaga di Vatikan dan di berbagai Basilika serta tempat lain di kota Roma pun tidak pernah mempermasalahkan apa agama saya dan jilbab saya, bahkan di tempat pertemuan dan di tempat penginapan saya tetap diijinkan untuk beribadah sesuai agama dan keyakinan saya, kapan dan di manapun saya mau.
Pope, I never dreamt in my life that a meeting with you would come true.
I thank God for that unforgettable moment.
I hope we could meet again someday.
Thank you Holy See, thank you Holy Father,
Thank you Coordinators and everyone who have made it possible.
Dewi Kartika