Adegan dalam film itu susah dilupakan, kendati aku sudah kehilangan beberapa detail kecilnya. Uskup Agung San Salvador, Mgr. Oscar Romero, dilucuti pakaiannya oleh tentara saat sedang lewat di sebuah jalan.
Romero tak peduli dengan kondisinya. Setelah lepas dari intimidasi tentara, ia berjalan kembali. Ketika memasuki sebuah kampung, penduduk setempat menjerit melihat uskup kesayangan mereka telah dipermalukan. Sambil menangis mereka segera memeluk tubuh sang uskup dan menutupinya dengan pakaian.
Pakaian adalah simbol bagi martabat. Itulah kenapa Adam & Hawa setelah berdosa, malu ketika mereka telanjang. Itulah kenapa seorang ayah mengenakan jubah terbaik bagi anaknya yg hilang namun telah kembali. Itulah juga kenapa Yesus ditanggalkan pakaian-Nya dan jubahnya dijadikan undian. Pakaian, merupakan martabat.
Ketika berjumpa dengan sesama, seringkali kita alih-alih memulihkan martabatnya, malahan justru makin menodainya. Khususnya saudara-saudara kita yang kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Situasi hidup mereka bukannya membuat kita berempati, namun malah melecehkan, menilai dengan tidak adil, atau menghakimi. Seringkali tanpa informasi yg cukup, kita memberikan penilaian yg sangat berdampak pada kualitas pelayanan kita.
Menodai martabat sesama ibarat menelanjanginya berkali-kali. Bahkan Yesus pun berkata: engkau akan menemukan Aku, jikalau ada orang yang telanjang dan engkau mengenakan pakaian kepadanya.
Tentang pakaian kita sendiri.. barangkali kita mengiranya juga martabat. Akan tetapi, bukan tak mungkin martabat itu kita kacaukan maknanya dengan gengsi, arogansi, kekerasan kepala dan hati, atau banyak hal lain yang menghalangi cinta murni kepada Allah dan sesama.
Maka tepatlah bagi kita apa yang dikatakan oleh Nabi Yoel: koyakkan hatimu, bukan (hanya) pakaianmu!
HJ