Tidak terasa saya dan Novi telah berada hampir sebulan di Taize. Saya yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Novi dari Jogjakarta mendapat beasiswa dari Komunitas Religius Taize, Perancis bekerja sama dengan Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia untuk hidup, belajar, bekerja bersama ratusan orang muda lainnya dari seluruh Eropa, Asia, dan Afrika.
Disini semua orang muda menamakan dirinya volunteer (relawan) untuk membantu para peziarah yang datang dari berbagai negara di seluruh Eropa, Asia, maupun Afrika yang jumlahnya mencapai enam ribuan atau tujuh ribuan pada musim panas. Namun saya dan Novi diberi kesempatan untuk mengalami itu semua pada musim dingin pada bulan November 2018 hingga Januari 2019 yang jumlah peziarahnya hanya lima puluh atau seratus orang saja.
Para pemuda telah datang ke Taize dalam jumlah yang terus meningkat sejak tahun 1957, 1958, bahkan hingga sepanjang tahun 2018. Mereka dari Portugis, India, Rusia, Brazil, dan dari negara Eropa serta Afrika, dari minggu ke minggu mereka mengambil pertemuan-pertemuan yang yang mengumpulkan orang muda dari 30 negara hingga 70 negara sekaligus. Tiga kali setiap hari, setiap orang berkumpul bersama para Bruder Taize untuk berdoa dalam Gereja Rekonsiliasi. Ratusan ribu pemuda telah menghabiskan waktu mereka di bukit Taize. di mata air iman itu, mereka mencari suatu arti bagi hidup mereka. Mereka mempersiapkan diri untuk memikul tanggungjawab di tempat tinggal mereka masing-masing.
Tiga kali setiap hari setiap orang berkumpul di Gereja dan berdoa bersama. Lagu-lagu Taize dapat dengan mudah dikenal. Lagu-lagu ini dibuat dengan lirik-lirik yang sederhana yang diulang-ulang. Lagu-lagu tersebut juga diambil dari Mazmur, dari Sabda Yesus, atau bahkan dari ucapan-ucapan Orang Kudus. Lagu-lagu itu dinyanyikan dalam berbagai bahasa yang berbeda-beda, dan merupakan cara pengungkapan suatu kenyataan mendasar, yang dengan cepat ditangkap oleh pikiran dan kemudian perlahan-lahan meresapi seluruh jiwa.
Pada malam hari doa yang dinyanyikan berlangsung lama. Sementara itu para Bruder tetap berada di dalam Gereja untuk mendengarkan mereka yang ingin berbicara mengenai suatu masalah pribadi atau pertanyaan. Doa malam Sabtu dirayakan sebagai Malam Kebangkitan/Paskah. Suatu peristiwa terang. Pada malam Jumat, ikon Salib ditempatkan di pusat Gereja dan orang-orang yang ingin datang berdoa bisa datang dan bersujud di sekeliling Salib itu dalam keheningan sebagai cara mempercayakan kepada Allah beban-beban mereka sendiri dan beban-beban orang lain. Dengan demikian menemani Kristus yang bangkit yang tetap dekat dengan semua orang pada saat mengalami pencobaan.
Keheningan membunuh jiwa tak ber-Tuhan,
Taize adalah sebuah komunitas religius yang menghayati kemurnian batin lewat keheningan. Taize secara terbuka menerima semua orang muda dari berbagai belahan dunia untuk datang dan merasakan kasih Ilahi lewat keheningan mendalam setiap harinya. Lewat keheningan itu lah setiap pribadi dapat merasakan karya Tuhan dalam setiap hidupnya. Tidak hanya itu di Taize itu pula lah semua orang muda Eropa atau dari bagian bumi yang lain yang merasa kehilangan akan kebahagiaan dan identitasnya akan kembali menemukan hal itu. jiwa yang hilang sebagian atau seluruhnya akan dipulihkan lewat keheningan. Sebab di Taize, para Bruder mengajarkan setiap orang untuk kembali masuk ke dalam dirinya dan membuka kembali ruang-ruang terdalam hidupnya.
Saya tertarik dengan Gillan seorang Gadis cantik asal Perancis dan Sula Gadis asal Jerman. Dalam sharing Kitab Suci yang dibuat oleh Bruder Taize selama sepekan mulai dari 5 November 2018 hingga 10 November 2018, mereka secara jujur dan terbuka mengakui jika mereka tidak beriman. Mereka tidak percaya Tuhan serta mereka tidak memahami satu pun ayat dalam Kita Suci yang dipercaya umat Kristen. Menurut mereka berdua, iman hanyalah sebuah ketergantungan semu sama seperti anda ketergantungan obat tidur atau alkohol.
Akan tetapi Gillan dan Sula gadis Atheis itu berkata penuh emosional jika mereka merasa bahagia jika masuk ke dalam Gereja dan di hadapan nyala lilin yang berpendar semua seperti tersihir dalam keheningan. Secara ajaib mereka mengatakan jika selama hening mereka merasakan seperti ada kekuatan yang paling tinggi yang membawa manusia untuk merasakan kembali sebuah Kasih yang sangat misteri. Untuk itulah alasan mereka datang ke Taize, belajar cara hidup para Bruder yang telah diajarkan Bruder Roger.
Masih banyak orang muda Eropa lainnya yang Atheis bahkan menganggap Tuhan itu hanyalah sebuah ilusi manusia. Lalu banyak pula orang-orang muda Eropa yang beragama Kristen dari berbagai aliran Gereja datang untuk sekedar berwisata, menonton para Bruder berdoa. Namun semua yang datang ketika secara berani membuka diri di hadapan Allah, membuka hatinya akan dipulihkan oleh kasih Ilahi. Taize seperti air yang menyegarkan jiwa-jiwa kehausan.
Taize bukanlah hotel atau event organizer yang mengakomodir kehadiran orang-orang muda. Taize dalam kesahajaannya memberikan diri untuk setiap orang masuk dan menimba pengetahuan iman di dalamnya. Lewat cara hidup, doa, keheningan, kepasrahan kepada Tuhan, Taize menuntun semua orang muda untuk kembali kepada Sang Empunya Hidup. Dari keheningan itulah keselamatan terjadi.
Kita hanya perlu membuka diri dan hati kita untuk kehadiran Tuhan setiap hari. Saya hanyalah seorang pemuda, manusia yang berbuat dosa. Namun dari pengalaman berada dalam keheningan Taize membuat diri saya mampu berefleksi dan menata kembali hidup ini menjadi lebih baik. Dalam keheningan harus ada keberanian untuk mendengarkan kembali suara hati yang mengajarkan kebenaran hidup.
Dari keheninganlah kebijaksanaan akan tampak. Memang akan susah bagi seseorang yang banyak bicaranya untuk mengheningkan diri serta membuka hatinya di hadapan Allah. Akan tetapi jika dilakukan dengan rendah hati, percayalah dalam keheningan akan banyak inspirasi, banyak harapan yang dapat diciptakan.
Keheningan yang dilakukan oleh para Bruder Taize bukanlah sebuah keheningan semu. Keheningan yang diciptakan lantaran orang merasa harus diam saat suaranya dibungkam. Tidak. Keheningan Taize adalah proses pemaknaan Sabda Allah sehingga dari tempat itulah terpancar sinar Kasih Allah ke seluruh dunia. Keheningan Taize adalah praktik penyerahan diri kepada Sang Pencipta secara total dan dalam.
Dalam keheningan Taize setiap orang yang datang dapat menata kembali hidupnya yang amburadul. Keheningan Taize bukanlah perasaan kesepian. Keheningan Taize adalah diam yang agung. Keheningan Taize bukanlah sebuah tindakan bisu menutup mata, pikiran, dan hati bagi sesama. Keheningan taize bukanlah sebuah kesepian. Orang-orang yang merasa hening di Taize akan secara sempurna dan paripurna mengamalkan perbuatan baik bagi sesama.
Dari pengalaman Taize, keheningan tercipta untuk seluruh budi, rasa, dan hati agar dapat menerima lawatan Allah. Dari keheningan Taize tidak pernah ada ketakutan, kecemasan, apalagi kesepian. Sama seperti Yesus saat berdoa kepada Bapa di Surga dalam sakrat maut. Atau saat akan wafat di kayu Salib. Yesus merasa kesepian seolah ditinggalkan oleh Allah. Namun dengan berani Yesus menerima beban Salib itu sebab Yesus mampu mengheningkan diri dan membiarkan Bapa Bekerja.
Keheningan tidak pernah tercipta dari kesepian. Kesepian selalu tercipta dari situasi tidak membuka diri dan hati. Kesepian selalu diiringi rasa ditinggalkan, dibuang, atau tidak dipedulikan. Dalam keheningan Taize tidak ada kesepian. Di dalam kesepian selalu ada duka lara dan penderitaan. Oleh karena marilah datang dan menikmati keheningan agung yang indah di Taize. Di sana engkau akan mengalami perjumpaan dengan Allah yang dahsyat.
Salib Suci dan pesona cintaNYA,
Gillan memberikan kesaksian bahwa dirinya terpesona dengan situasi Taize dan memutuskan dirinya mengikuti Kristus. Sebelumnya ia adalah Atheis. Keputusannya mengagetkan diri saya sebab selama seminggu kami berada dalam kelompok kecil untuk diskusi tentang Yesus dan Kitab Suci, dirinya secara terang-terangan mengakui jika ia atheis, tidak percaya Tuhan, tidak paham isi kitab Suci, apalagi mengakui Yesus sebagai Juru Selamat dunia.
Kepada saya dalam sebuah sharing Gillan berkata jika imannya adalah pengetahuan mutlak dan berbuat baik adalah hal yang harus dilakukan sebab manusia itu pada dasarnya hidup sosial. Jadi berbuat kebaikan adalah hal utamanya dalam bergaul dengan orang lain bukan semata-mata mengejar janji hidup abadi setelah manusia pergi menghadap yang menciptakannya.
Saya lantas bertanya apa penyebab yang membuat dirinya itu berubah haluan secepat itu. sangat jarang seorang Eropa yang masih muda dan masih panas cara berpikir tentang eksistensinya semudah ini takluk pada hal-hal rohani. Tentu saja ini adalah sebuah mukjizat, sebuah kejaiban dalam hidup Gillan dan tentu saja bagi saya.
Bagaimana tidak selama 4 tahun saya belajar tentang konsep Ketuhanan, belajar tentang paham Atheisme, Agnotisisme, dan saya mengenal tentang orang yang tidak mengakui Tuhan dan atau Ketuhanan hanya lewat buku-buku Filsafat atau diktat-diktat kuliah saya. Namun kali ini lain. Saya mengenal secara langsung, bertemu saling berdiskusi dan dia berkata saya tidak beragama.
Gillan adalah salah satu dari orang-orang muda Eropa yang telah hidup bertahun-tahun dengan tidak beriman kepada salah satu agama pun di dunia ini. Gillan juga satu dari ratusan juta orang muda Eropa yang hidupnya menjadi Atheis praktis dan hidupnya penuh dikelilingi teknologi hasil intelektualitas manusia. Tuhan bagi mereka hanyalah sebuah permainan ilusi manusia yang selalu merasa dirinya lemah, sehingga membutuhkan sesuatu yang lebih kuat untuk menopang atau memberikan kekuatan bagi dirinya. Menurut mereka Tuhan itu tidak ada dan tuhan bagi mereka adalah ilmu pengetahuan yang dapat dicerna nalar dan logika.
Gillan seorang perempuan muda Eropa yang hidup dalam modernitas, hedonisme, serta tidak mengenal Tuhan sebagai yang Maha segalanya justru menemukan kembali Tuhannya di sebuah komunitas kecil di bukit Taize. Komunitas Taize, Komunitas yang membaktikan diri dan hidupnya dalam doa, keheningan, Ekaristi, dan hidup persaudaraan. Komunitas Taize telah membantu Gillan serta orang-orang muda Eropa lainnya menemukan kembali dirinya setelah mereka datang sendiri dan mengalami perjumpaan dengan Allah yang sangat misteri. Komunitas Taize membantu mengangkat setiap pribadi yang terjebak dalam lingkaran akal yang mendewakan pengetahuan sebagai jawaban atas kehidupan manusia. Sungguh Tuhan bekerja dengan caranya di Taize.
Gillan terpesona dengan Salib Suci Kristus yang ditahtakan di tengah-tengah Gereja pada malam Jumat saat ibadah bersama para Bruder. Gillan dalam pengakuannya menjelaskan bahwa dirinya merasa ditarik ke dalam sebuah rasa nyaman yang dalam dan pesona Salib seakan memberikan jawaban akan setiap pertanyaan yang dilontarkannya selama ini. Menurut Gillan, Salib Kristus menuntunnya untuk memahami kasih Allah yang sangat luas dan dalam kepada manusia. Kasih yang tanpa kalkulasi ekonomi, bagi diri untung dan rugi. Menurut Gillan pula, Salib itu lah yang menariknya ke dalam proses pemaknaan untuk apa manusia hidup dan kemana manusia akan pergi setelah tidak lagi berada dalam dunia yang fana ini.
Gillan tanpa rasa takut mengakui jika ia terkesima dengan hidup para Bruder di Komunitas Taize yang membaktikan hidup bagi Kristus. Kristus yang rela menderita di Salibkan, wafat, namun bangkit kembali dengan jaya. Gillan merasakan jika Komunitas ini terbentuk karena Allah menghendaki proses menyelamatkan jiwa-jiwa di era post modern ini.
Saya pun merasa jika Gillan saja berani mengakui Kristus saat dirinya sudah dewasa, bagaimana dengan diri saya yang lahir, besar, dan hidup di lingkungan orang-orang beragama. Saya mengalami agama selama ini hanya sebagai tameng untuk kejahatan. Orang membunuh orang lain, membakar Gereja, Masjid, rumah ibadah lain, atau menekan orang yang lain yang tidak seagama. Bagaimana mengakui diri bergama namun hidup dalam pola pikiran bar-bar dan tidak peduli dengan orang lain.
Saya merefleksikan demikian, agama di KTP ditulis secara jelas. Namun hidup diluar batas perikemanusiaan. Menganggap orang lain tidak ada atau merasa dirinya paling benar. Padahal agama itu mengajarkan kasih. Ironis, orang yang mengakui dirinya tidak beragama namun penuh kasih terhadap sesama, respek serta bijak menyikapi hidup ini. Sedangkan yang mengaku bergama hidup dalam kemunafikan, intoleransi, dan meremehkan orang lain. ….. bersambung………..
Dari bukit Taize, perancis, medio November 2018
Oleh Frids WL dan Anastasia Novi Praptiningsih
1 thought on “Pesona Cinta Dari Bukit Taize, Perancis”
Yusuf Suharyono
(November 23, 2018 - 15:50)Terima kasih OMKnet yg sudah posting artikelnya Frids & Novi. Kerenzzz….
Refleksinya mendalam dgn bahasa yg mudah dipahami. Alur bertuturnya asyik… mengalir spt percakapan dua sahabat dekat yg penuh ‘trust and hope’. Topik berat spt ‘atheis’ jadi spt ringan layaknya menyantap pop corn & minum coke. Khas anak muda!
Buat saya pribadi, refleksi ini membantu saya melihat dan mencerna kembali iman saya. Apakah saya sdh mjd pengikut Kristus spt yg Ia kehendaki? Ataukah saya pny potensi mjd seorang atheis? Terima kasih sdh memberi (dan mengingatkan?) tips mudah & sederhana – ada di bagian akhir tulisan – utk tetap setia pd jalan Kristus.
Sukses buat Frids & Novi. Semoga ziarah batin kalian di bukit kecil Taizé (pakai ‘é’ ya Kak heheheee…) semakin mendekatkan kalian dan kami para pembaca OMKnet ke ‘wellspring of faith’ yg tak lain dan tak bukan adl Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Un grand bonjour de Jakarta,
Yusuf