Hola atau kita biasa mengatakan hallo adalah sapaan akrab setiap kali berjumpa dengan warga Penonome. Para peziarah WYD khususnya dari Indonesia merasakan keramahan tinggal bersama di rumah-rumah keluarga. “Dianggap seperti anak sendiri”, ungkap salah satu peserta. “Kami sudah dicobain baju adat Panama untuk parade, ” kata Agatha dengan senyum bahagia. Pakaian adat wanita disebut Pojero atau karenes dan dilengkapi dengan bunga dikepala atau flores dan kalung serta anting-anting. Untuk pria mengenakan montuno dengan topi khasnya. Semua pakaian-pakaian adat ini dikenakan saat parade di Penonome City.
Di hari ketiga para peserta parade tampak sukacita. Sepanjang jalan menyanyikan lagu-lagu rohani dan gerakan tarian yang mengundang tepuk tangan para penonton. Ditampilkan juga patung besar gambaran setan kotor dan setan kaca dimana menjadi ancaman manusia. Manusia diajak untuk mengusirnya. Parodi-parodi seperti pantomim mengundang gelak tawa. Para peserta peziarah WYD dari berbagai negara juga memberi suasana meriah.
Sehari sebelumnya, bersama dengan peziarah dari Guatemala, Cuba, Mexico, Polandia, Afrika, Estado Unidos dan lain-lain merayakan ekaristi. Dalam perayaan ekaristi yg dipimpin Kardinal dari Keuskupan Agung Durban Afrika Selatan, Wilfried Napier, ditegaskan pentingnya keluarga . Orang muda tumbuh dalam keluarga. Keluarga menjadi bagian penting perkembangan orang muda. Orang muda sebagai harapan diharapkan bertumbuh dalam kebaikan dan cinta. Perjumpaan orang muda sedunia menjadi peneguhan untuk membangun relasi yang baik dalam keluarga.
DID-Days in the Diochese (hari-hari di keuskupan) atau live in di keluarga-keluarga selama WYD adalah cara kita belajar membangun relasi. Sambil makan makanan khas Panama diantaranya platanos, arroz, salpicón de carne, bistec picado, tamalos dan lain-lain orang muda berbagi kisah dengan keluarga. Jangan ragu untuk menyapa satu sama lain untuk membangun persaudaraan dimulai dari keluarga. “HOLA”!!!
