Selamat Jalan Uskup Orang Muda

mgr jhonMgr. John Philip Saklil (lahir di Kokonao, Mimika Barat, Mimika, Papua, Indonesia, 20 Maret 1960; umur 59 tahun) adalah Uskup di Keuskupan Timika yang telah menjabat sejak 19 Desember 2003.
Ia ditahbiskan menjadi imam diosesan Keuskupan Jayapura pada tanggal 23 Oktober 1988. Bersamaan dengan pendirian Keuskupan Timika sebagai pemekaran dari Keuskupan Jayapura, Mgr. Saklil ditunjuk sebagai Uskup pertama Timika pada 19 Desember 2003. Ia ditahbiskan sebagai uskup pada 18 April 2004. Ia ditahbiskan oleh Mgr. Leo Laba Ladjar, O.F.M. sebagai Penahbis Utama, didampingi oleh Uskup Agung Emeritus Merauke, Mgr. Jacobus Duivenvoorde, M.S.C. dan Uskup Agats, Mgr. Aloysius Murwito, O.F.M.

Sebagai uskup, ia memilih moto “Parate viam Domini” (Mat 3:3, par. Mrk 1:3, Luk 3:4). Hal ini merupakan suatu seruan kenabian yang ditujukan kepada semua orang, terutama seluruh yang terlibat di Keuskupan Timika untuk bertobat, menyiapkan diri, membersihkan hati, supaya diselamatkan oleh Tuhan.

mgr jhon1Pada 25 Juli 2004, ia menjadi Uskup Penahbis Pendamping bagi Mgr. Nicolaus Adi Seputra, M.S.C. sebagai Uskup Agung Merauke. Pada Kamis, 7 Oktober 2010, Gereja Katedral Tiga Raja Timika ditahbiskan, dengan selebran utama Mgr. Leopoldo Girelli. Pesta terkait penahbisan gereja katedral ini telah berlangsung sejak satu minggu sebelumnya. Ia berulang kali mengajak umat Keuskupan Timika untuk menggali potensi yang ada, demi terwujudnya Gereja lokal yang mandiri.

Sejak 2009 hingga 2015, ia terpilih menjadi Ketua Komisi Kepemudaan KWI. Semasa jabatannya, ia membaca keprihatinan Orang Muda Katolik yang telah lama terjadi. Hal ini membawa kepada pelaksanaan Indonesian Youth Day pertama yang diselenggarakan di Sanggau. Paus Benediktus XVI menyatakan kegembiraan atas pelaksanaan IYD 2012 tersebut.

mgr jhon4Secara tajam, Mgr. John Philip Saklil, Uskup Keuskupan Timika, Ketua Komisi Komkep KWI menandaskan fakta di lapangan. OMK di suatu daerah basis Katolik menampilkan potret kemiskinan dan keterbatasan sumberdaya manusia. Dengan profil seperti itu, mereka menjadi masalah di daerahnya sendiri, juga di daerah lain ketika mereka berpindah. Sementara itu, OMK dari daerah yang relatif lebih baik secara ekonomi, sosial dan politik, akan menjadi pemimpin-pemimpin di pemerintahan, sektor swasta & masyarakat. Apakah yang sudah kita lakukan agar mereka nantinya menjadi pemimpin yang berintegritas dan tak korup? Di daerah-daerah dengan realitas sosial yang pahit (ditandai dengan adanya kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, penetrasi budaya populer yang berdampak negatif, prostitusi, human trafficking, dll.), realitas OMK pun menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Apakah mereka mampu menjadi terang dan saksi-saksi Kristus? “OMK bukanlah Gereja masa depan. OMK adalah Gereja saat ini,” tandas Mgr. John.

(Rapat Pleno Komkep KWI 2015)

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *