Pray Against Trafficking

Kisah berikut ini bukanlah secarik potongan novel, atau fragmen dalam sebuah film. Kisah ini sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan seorang anak yang tinggal di Solo, Jawa Tengah. Tragisnya, kisah yang sama juga dialami oleh ribuan anak lainnya.

Sebut saja nama anak itu Maria. Usianya masih 15 tahun waktu itu, ketika sahabatnya menjanjikan sebuah pekerjaan yang menguntungkan serta kesempatan untuk meneruskan pendidikan. Maklum, Maria hanyalah anak sebuah keluarga miskin. Iming-iming untuk mendapat pekerjaan dan meneruskan sekolah membuatnya beranjak meninggalkan desanya.

Tapi janji tinggallah janji. Sesudah sebuah perjalanan panjang yang tak diketahui tujuannya, Maria justru dipertemukan dengan seorang laki-laki separuh baya yang kemudian memperkosanya. Maria kemudian dijual kepada sebuah rumah pelacuran, tempat ia dijaga siang-malam sehingga tak dapat menjumpai dunia bebasnya lagi. Tempat itu jugalah yang mengubur semua harapan, juga mimpi akan masa depan yang tadinya tampak begitu menyenangkan.

Indonesia, Sebuah Realitas yang Pahit
Indonesia merupakan satu negara terbesar di dunia asal korban perdagangan manusia untuk kerja paksa dan pekerja seks.

Korban korban dari Human Trafficking dan People Smuggling ini biasanya adalah orang orang yang berasal dari pelosok desa, yang memang pada dasarnya tingkat pendidikan mereka masih terbilang rendah, pengangguran-pengangguran yang mendaftar menjadi tenaga kerja indonesia melalui jalur Ilegal, nelayan nelayan pesisir yang melaut bahkan sampai berbulan bulan, korban korban penipuan dan penculikan.

Terkhusus untuk human trafficking yang terjadi di laut, nelayan-nelayan merupakan korban utamanya. Sampai di awal tahun 2019, data yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia menyatakan bahwa ada lebih dari 4.000 orang di industri perikanan dinyatakan sebagai korban perdagangan manusia.
Hal itu rentan terjadi karena nelayan-nelayan yang berasal dari indonesia dikapteni oleh warga asing. Pemilik kapal juga warga asing, dan berbendera luar negeri, dan berada di posisi lautan luas yang membuatnya jadi sulit dilacak.

Penjelasan di Balik Realitas
Apa hal yang mendukung terjadinya Human Trafficking dan People Smuggling itu sendiri?

Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, dan juga negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Posisi Indonesia yang secara geografis berada di antara dua samudera dan benua, yakni samudera Hindia dan Pasifik, juga benua Asia dan Australia, menjadikan Indonesia sebagai persimpangan dalam rute perdagangan Internasional baik yang Legal maupun Ilegal.

Ini berarti tanggung jawab Indonesia untuk mengawasi daerah maritimnya sudah pasti harus lebih sigap dan siap dibandingkan dengan negara-negara, lain terutama dalam hal keamanan. Human Trafficking dan People Smuggling mudah terjadi karena posisi Indonesia yang strategis. Korban-korban dari penyeludupan, bahkan sampai ke negara negara benua lain seperti Eropa ini biasanya dijadikan sebagai bisnis prostitusi, asisten rumah tangga ilegal, tenaga kerja paksa, sampai ke penjualan organ tubuh dan lain sebagainya.

Status ekonomi merupakan salah satu faktor pendukung terbesar terjadinya perdagangan manusia ini. Orang yang dalam keadaan terjepit dalam hal ekonomi cenderung akan melakukan apa saja, tanpa memikirkan risiko dan menelaah lebih jauh mengenai kejelasan hal hal yang akan dilakukannya, demi mencapai tujuannya secepat mungkin.

Ini menjadi salah satu titik kunci bagi para pelaku kejahatan dan memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan yang ujung-ujungnya sudah pasti akan sangat merugikan pihak korban, baik secara materi bahkan jiwa. Edukasi mengenai perdagangan manusia dan kejahatan transnasional lainnya juga masih terbilang minim.

Sebuah badan PBB yang menangani masalah anak-anak, United Nations Children’s Fund (Unicef), memperkirakan puluhan ribu anak-anak Indonesia dijual setiap tahunnya, sepertiganya adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun. Sebagian dijual sebagai komoditas prostitusi atau pelacuran.

Mengapa anak-anak diinginkan untuk dijadikan pekerja seks komersial? Dalam hukum ekonomi, inilah suatu realitas supply and demand. Anak-anak dianggap masih suci dan relatif bersih dari berbagai penyakit menular seksual. Keperawanan bahkan apat menghasilkan keuntungan yang besar bagi seorang mucikari. Selain itu, anak-anak mudah dibujuk atau diiming-imingi, sehingga gampang saja disalurkan ke dalam jeratan bisnis seks komersial.

Menemukan Solusi di Tengah Tragedi
Intinya adalah, perbaikan harus selalu dimulai dari faktor penyebab internalnya. Kasus-kasus prdagangan manusia, dan fakta bahwa indonesia adalah salah satu negara asal korban terbesar, menggambarkan betapa kopongnya pertahanan kita dalam isu ini.

Kejahatan perdagangan orang di Indonesia paling banyak memakan korban perempuan dari lima daerah, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Banyak orang Indonesia menjadi korban perdagangan karena termakan iming-iming pekerjaan menjanjikan di luar negeri.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tidak punya data atau angka persis mengenai korban, karena kasus tersebut kebanyakan terselubung dan banyak korban tidak mau melapor. Terpeliharanya praktik perdagangan orang di Indonesia tak dapat dilepaskan dari campur tangan banyak mafia, baik dari pihak pemerintah maupun luar negeri.

Selain itu, saat ini, masyarakat Indonesia dinilai belum memiliki kesadaran tinggi untuk melindungi dan menyelamatkan para perempuan dan anak dari praktik perdagangan orang.

Banyak korban perdagangan orang yang awalnya sukarela pergi ke luar negeri karena kesulitan mendapat pekerjaan di Indonesia. Namun, setelah sampai di negara tujuan ternyata mereka menjadi korban perdagangan orang dengan berbagai modus.

Banyak praktik perdagangan orang yang dilakukan penduduk atau wisatawan dari luar negeri di Indonesia. Salah satunya terjadi di Bali. Pernah terjadi, seorang wisatawan dari Australia datang dan tinggal di Bali dengan modus menjadi pengajar Bahasa Inggris untuk anak-anak. Faktanya, warga Australia itu bukan hanya mengajar Bahasa Inggris tapi juga melecehkan dan menjual anak-anak dari Pulau Dewata.

Pemerintah sendiri sudah melakukan edukasi dan sosialisasi, juga bekerjasama dengan Kementerian Sosial (Kemensos) dan beberapa kementerian. Tetapi, kesadaran masyarakat Indonesia untuk menyelamatkan perempuan masih sangat rendah. Keluarga dan masyarakat pun diminta lebih menyadari bahayanya perdagangan orang. Masyarakat harus mulai sadar terhadap bahaya menerima tawaran kerja tanpa kejelasan di luar negeri.

Gereja Katolik pun Bertindak
Pada tanggal 8 Februari 2020, umat Katolik sedunia akan mempersembahkan doa bagi para korban perdagangan manusia dan menyemangati para pekerja kemanusiaan yang memerangi perdagangan manusia.

Gereja Katolik juga telah mengukuhkan Santa Josephine Bakhita sebagai Santa Pelindung Korban Perdagangan Manusia. Perempuan kelahiran Sudan ini terlahir sebagai budak kemudian menjadi penyintas dan berjuang untuk pengakhiran praktek perbudakan. Beliau dikukuhkan sebagai orang suci oleh Bapa Suci Yohanes Paulus II pada tahun 2000.

Hormat untuk Bapa Suci Paus Fransiskus untuk inisiatif yang sangat menakjubkan ini. Semoga Gereja Katolik sungguh semakin menjadi perwujudan kehadiran dan cinta Allah yang membebaskan dan menyelamatkan, khususnya dalam hal perdagangan manusia.

(Helena D. Justicia, dari berbagai sumber.)

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *