Pandemi virus corona di Indonesia diawali dengan temuan penderita pada 2 Maret 2020. Sejak itulah, kegelisahan masyarakat menyeruak tentang ketersediaan masker, disinfektan dan vitamin C. Di mana-mana terjadi kelangkaan, atau kenaikan harga yang signifikan, dari ketiga produk tersebut. Pada 14 Maret 2020, Pemerintah Indonesia menyatakan pandemi virus corona sebagai bencana nasional.
Tindak lanjut pernyataan tersebut adalah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah. PSBB mencakup setidaknya peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. PSBB dilakukan oleh pemerintah daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan melalui Keputusan Menteri.
Efek Domino Corona
PSBB, disadari atau tidak, berdampak pada semua sektor bisnis. Dengan adanya PSBB, aktivitas perkantoran atau perusahaan akan semakin menurun, bukan karena tekanan pasar melainkan karena kebijakan yang membatasi pergerakan orang dan barang. Secara khusus, dampak PSBB di Jakarta akan sangat terasa bagi perekonomian nasional. Sebanyak 70% perputaran uang terjadi di Jakarta. Jakarta menyumbang secara signifikan, pendapatan nasional terutama penerimaan pajak.
Penerapan PSBB memaksa para pengusaha menutup perusahaannya karena bangkrut. Banyak pekerja kehilangan pekerjaan dan penghasilan karena pemutusan hubungan kerja (PHK). Data Kementerian Tenaga Kerja per 20 April 2020 menyebutkan sebanyak 2.084.593 pekerja telah dirumahkan atau mengalami PHK. Dampak langsung akan sangat terasa bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal, seperti pekerja kelas menengah ke bawah yang upahnya harian dan pedagang asongan.
Ketiadaan kerja di perkotaan, khususnya Jakarta, akan menggulirkan arus pekerja kembali ke kampung halamannya. Hal itu menjadi persoalan baru. Volume kendaraan pada 22 April 2020 di Gerbang Tol Cikampek meningkat sebanyak 27%, sedangkan di Terminal Bus Kalideres terjadi lonjakan penumpang sebesar 100%.
Arus pulang kampung memunculkan kekhawatiran mengenai ketahanan pangan serta ketahanan kesehatan masyarakat. Persoalan itu perlu ditanggapi dengan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat desa, serta tata kelola ekonomi berbasis lokal.
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan orang untuk dapat mengaksesnya. Kondisi ketahanan pangan terjadi jika masyarakat tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Ketahanan pangan dapat diupayakan melalui berbagai cara, di antaranya dengan menambah produksi pangan, atau menyiapkan pangan sesuai dengan kebutuhan dengan membuat lumbung-lumbung pangan.
Ketahanan kesehatan menyoal ketersediaan layanan kesehatan dan kemampuan orang untuk dapat mengaksesnya. Dalam situasi pandemi virus corona, yang menjadi kekhawatiran adalah minim dan terbatasnya layanan kesehatan di daerah-daerah di Indonesia. Ketahanan kesehatan dapat diupayakan dengan cara membatasi akses masuk penduduk, mengajak masyarakat untuk hidup sehat melalui upaya-upaya menjaga kebersihan dan konsumsi makanan sehat, serta pembuatan jejaring layanan kesehatan dengan berbagai penyedia layanan kesehatan.
Apa yang Dapat OMK Lakukan?
Sejumlah kota besar di Indonesia bukanlah daerah produksi pertanian. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, dibutuhkan pasokan pangan yang tidak sedikit. Kebutuhan pangan di Jakarta misalnya, sangat tergantung pada suplai dari daerah produsen pertanian sekitar, seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan sekitarnya.
Yang dapat dilakukan OMK untuk meningkatkan ketahanan pangan di kota, di tingkat masyarakat adalah dengan turut membuat lumbung-lumbung pangan di kelurahan, serta menggalakkan urban farming (pertanian sederhana di kota). Urban farming sendiri sebetulnya sudah mulai marak dalam beberapa tahun terakhir ini, di antaranya melalui pertanian hidroponik.
Sementara itu , OMK di kampung atau desa yang masih mempunyai lahan, dapat memprakarsai produksi bahan pangan. OMK juga dipanggil untuk ikut serta membuat lumbung-lumbung pangan
Dalam apapun situasi yang kita alami, panggilan kita adalah berbelarasa kepada mereka yang kecil, lemah, miskin, sakit, tersingkir dan disabel. Panggilan itu pun diserukan kepada kita saat pandemi virus corona ini. OMK yang masih mempunyai daya beli, dapat mengupayakan bantuan-bantuan sembilan bahan pokok (sembako) bagi OMK atau kelompok masyarakat yang sudah tak punya lagi daya beli pun kemampuan untuk memproduksi bahan pangannya sendiri.
Menjadi kembali bermakna perkataan Paus Benediktus XVI pada suatu KTT Pangan: Mereka yang terberkati oleh makanan kehidupan (Ekaristi), tak boleh diam saja terhadap mereka yang tak punya makanan sehari-hari. (Helena D. Justicia)