Medsos: Madu atau Racun Pluralisme?

Toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu tolerare, yang berarti sabar dan membiarkan pandangan/perilaku yang berbeda dengan pandangan/perilaku diri sendiri. Ini berarti menerima, memperbolehkan, dan menghargai perbedaan yang ada.

Beberapa orang ada yang membedakan toleransi dengan pluralisme. Diana Eck, seorang Profesor di Universitas Harvard (pluralism.org), menyampaikan bahwa pluralisme lebih dari sekadar toleransi. Toleransi cenderung membiarkan dan pasif, sedangkan pluralisme bermakna aktif dan bahagia merangkul keberagaman. Seseorang bisa saja membiarkan dan menerima perbedaan, tetapi belum tentu aktif dan bahagia merangkul keberagaman. Terlepas dari apapun itu istilahnya, toleransi ataupun pluralisme, kita semua berupaya untuk bisa bahagia dengan keberagaman dan lebih aktif merawat keberagaman.

Literasi digital tentu berkaitan dengan pemajuan pluralisme. Dengan memiliki literasi digital yang baik; kita jadi lebih kritis, tidak mudah percaya, tidak mudah terbawa emosi ketika membaca berita, khususnya berita palsu. Literasi digital yang baik menjadi sangat penting mengingat berita palsu seringkali digunakan untuk memicu emosi di masyarakat sehingga bertindak intoleran terhadap yang lain, terlebih memasuki tahun-tahun politik di mana banyak politik identitas yang digencarkan melalui berita palsu dan ujaran kebencian.

Komisi Kepemudaan Konferensi Waligereja Indonesia (Komkep KWI) turut memberikan literasi digital dengan memberikan pelatihan media sosial secara online bagi para konten kreator muda Katolik Indonesia, bernama OMK (Orang Muda Kreatif) Academy. Pelatihan ini telah diadakan sejak tahun 2020 dan 2021 yang dinamakan OMK Academy 1.0. Kemudian, tahun 2022 ini diadakan kembali pada 17 September-16 Oktober 2022 bernama OMK Academy 2.0.

Sebelum diadakan pelatihan tersebut, diadakan acara launching yang dikemas dalam webinar dengan tema pluralisme, yaitu Media Sosial: Madu atau Racun Pluralisme? Webinar ini diselenggarakan pada hari Kamis, 15 September 2022, 19.00 WIB – 21.30 WIB dengan dua narasumber. Narasumber pertama Rm. J. Haryatmoko SJ, akademisi serta Ismail Fahmi (pendiri Drone Emprit), sebagai narasumber kedua. Selain kedua narasumber, Mgr. Pius Riana Prapdi, Ketua Komisi Kepemudaan KWI berkenan hadir untuk memberikan sambutan dan membuka kegiatan OMK Academy 2.0.

Dalam sambutannya, Mgr. Pius menyampaikan pentingnya merawat keberagaman dalam hidup di Indonesia. “Orang Muda Katolik harus bisa bersikap sebagai saudara bagi yang lain”, tegas Mgr. Pius. Mgr. Pius juga menyoroti peran media sosial yang seharusnya menjadi sarana untuk merawat keberagaman itu sendiri. Kata-kata dapat membangun hubungan antar pribadi, tidak hanya di dunia nyata, tapi juga di dunia digital. Itulah yang menurut Mgr. Pius disebut sebagai “komunikasi yang seutuhnya manusiawi”. Di akhir sambutannya, Mgr. Pius membuka OMK Academy 2.0 yang pada tahun ini menerima 146 OMK dari seluruh keuskupan di Indonesia dari 367 pendaftar.

Rm. Haryatmoko SJ menegaskan bahwa syarat inovasi adalah kemauan untuk berkolaborasi. Oleh karena itu, mereka yang mau berkolaborasi, dalam arti ini menghargai pluralitas, pasti akan maju. Rm. Haryatmoko berharap orang muda bisa membangun kecerdasan kolektif justru agar terus kreatif dan inovatif. Apa yang disampaikan oleh Rm Haryatmoko, diamini oleh Ismail Fahmi. Dalam materinya, Ismail Fahmi menunjukkan bahwa media sosial bisa menjadi sarana “membangun jembatan” atau sebaliknya digunakan untuk memecah belah. Pendiri Drone Emprit ini menunjukkan dengan data-data akurat tingkat pembicaraan yang dilakukan akun-akun di media sosial Indonesia. Masih sedikit akun-akun media sosial yang mewartakan kebaikan. Diskusi makin menarik karena tanya jawab yang terjadi, di mana kedua narasumber saling melengkapi dalam tanggapannya.

Di akhir webinar yang dihadiri 200 peserta yang terdiri dari peserta OMK Academy dan para pendamping OMK di seluruh Indonesia, Ismail Fahmi berharap agar orang muda bisa “membangun jembatan” lewat konten-konten yang dibuat di media sosial.

Harapan ini senada dengan harapan diadakannya kelas pelatihan OMK Academy 2.0 ini yaitu peserta dapat menjadi leader bukan sekedar followers dalam menciptakan konten positif tentang pluralisme, bahkan konten ini dapat menjadi gerakan aktif dalam mendukung pluralisme, khususnya dalam menghapus stigma negatif yang menempel pada orang atau kelompok yang berbeda. Pelatihan akan berjalan sepanjang satu bulan setiap Sabtu dan Minggu, mulai 17/18 September 2022 – 15/16 Oktober 2022.

(Komkep KWI)

 

Post Author: komkep kwi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *