Hai orang muda katolik, pernah merasakan yang namanya Homesick? Yah, itu salah satu penyakit yang berbahaya namun tidak bisa dihindari di 3 bulan program YOUDEPRO ( Youth development project). Kami berlima datang dari 5 tempat yang berbeda, Ivan dari Kroasia, Sharon dari Ireland, Kara dari USA, dan aku dari Indonesia berusaha untuk saling beradaptasi dalam lingkungan yang tidak biasa, dengan teman seperjuangan yang datang dari berbagai macam budaya. Bukan hal mudah, dan homesick adalah salah satu penyakit berbahaya. Kadang kami jadi jarang ngobrol, malas ngomong inggris, kangen masakan rumah, dan membuat kominikasi jadi sedikit terhambat karena seseorang merasa tidak “ dirumah” dan lebih rindu pada rumahnya.
Hidup dibudaya yang berbeda, ada enak ada nggaknya. Enaknya ya kita belajar hal baru setiap hari, lebih menyadari keanekaragaman yang Tuhan ciptakan di tengah umatNya, yang satu tubuh. Nggak enaknya, kalau kita memang orang Indonesia sejati, pasti kangen rumah, kangen ngomong Indonesia, kangen bercandaan pake bahasa Jawa yang memang kita ngerti kalau itu lucu, kangen makan nasi pecel juga! Namun aku bersyukur di Jerman ini aku dikirim ke lingkungan yang menanamkan nilai yang sama saat aku di Indonesia. Satu tubuh, Katolik, Apostolik. Termasuk di kantor Youcat tempatku internship ini.
Kami masuk jam 9 pagi, kami buka dengan berkumpul, bila ada yang belum datang kami tunggu, lalu kami bernyanyi bersama, berdoa bersama, dan menyemangati satu sama lain. Menjelang siang, kami ada Scrumming, dimana kami berkumpul mengelilingi satu papan, menuliskan tugas-tugas kami, dan melaporkan sehingga satu sama lain bisa tau progress kerja kami, bila ada teman yang stuck , yang bisa membantu akan menawarkan bantuan. Yah, seperti inilah lingkungan kerja yang menanamkan kasih, saling membantu, dan saling mendukung satu sama lain, sungguh mencerminkan iman katolik yang bertumbuh, dan berproses bersama.
Minggu lalu kita memperingati hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Dalam tradisi di Gereja Katolik di Jerman, ini merupakan hari raya besar sehingga semua kantor libur. Ada prosesi di jalan-jalan di tiap kota, dimana jalan raya di tutup untuk menghormati prosesi ini, karena monstran akan mengelilingi kota. Warga Katolik yang datang menggunakan pakaian tradisional yang indah bernama dirndl , aku mengenakan batik kebanggan Indonesia. Kami menghadiri misa di tengah jalan, dan sebelum berkat penutup kami berjalan mengelilingi kota, ada 2 pemberhentian dimana ada Altar dan mempersembahkan doa.
Aku merasakan sesuatu yang besar terjadi. Allah yang begitu besar, Maha segalanya, datang dalam rupa tubuh dan darah Kristus, bersama-sama dengan umatnya yang pernuh dosa, menanggalkan segala ke Maha-annya, berjalan bersama mengelilingi kota, dan mendoakan umatNya. Dan para pengikutnya yang setia, dari berbagai organisasi dan posisi, dari berbagai latar belakang ekonomi, menyembah dia tidak perduli di jalan maupun di taman, sungguh membuat aku terharu dan berkata “siapakah aku ini Tuhan?”
Tanpa mengurangi sedikitpun essensi dari misa, dengan bendera-bendera yang melambangkan kesungguhan dan kebanggan, mempersembahkan semua untuk Tuhan, mengiringnya ke sudut-sudut kota. Aku trenyuh. Yang lebih membuatku tersentuh adalah toleransi umat bergaman di Jerman, memang mayoritas dari mereka adalah katolik, namun tidak sedikit umat beragama lain yang tidak protes dan menghormati tata prosesi terjadi di jalan, pada saat monstran dan romo lewat mereka menundukkan kepala, dan tidak protes karena harus berhenti sampai prosesi lewat dari jalan tersebut. Dengan nyanyi-nyanyian dan alunan drum band yang merdu kami mengantar Kristus berjalan ke seluruh kota, menghampiri hati umanya. Sungguh indah.
Setelah prosesi misa, kami ber 5, dan Johann mentor kami, pergi ke Chimsee lake, dimana kami bisa bersantai dan menikmati matahari untuk pertama kalinya dengan berenang. Kami sudah mempersiapkan segalanya dari rumah. Setelah kami sampai, ternyata banyak orang disana, untungnya kami masih mendapatkan teman yang strategis di rumput, dibawah pohon rindang dekat danau. Kami mulai outing kami dengan doa bersama, suatu hal yang berbda dimana kami tidak malu menjadi orang katolik yang “taat” meskipun aku yakin banyak orang katolik yang ada di samping kami saat itu, tapi mungkin mereka tidak memulai segala kegiatan dengan doa. Beberapa orang yang berjemur melihat kami, dan kami tidak canggung untuk menunjukkan bahwa kami anak muda katolik dan berdoa.
Sore ini merupakan suatu pengalaman yang luar biasa dalam hidupku, mungkin berenang di danau bukan pertama kali dalam hidupku, namun berenang tanpa batas, dan menghayati ke agungan Tuhan di tengah danau Chimsee, sambil melihat angkasa biru, luas, lepas.. ini baru pertama kalinya. Aku merasa Tuhan selalu memberikan aku kebesan seluas danau ini, dan punya free will untuk berlaku sesukaku, semauku, kemana hidup ingin kubawa. Sungguh indah, sungguh jernih, sungguh mengagumkan Tuhan kita. Saat aku mengalami hal indah bersama Tuhan seperti ini . Aku selalu berkata dalam hati “ Bapa, jika suatu saat aku engkau perbolehkan aku untuk mengalami hal sulit dalam hidupku, aku akan selalu ingat saat ini, dimana Engkau telah memberikan hal-hal yang indah dan mengaggumkan dalam hidupku, dan kehadiranMu yang sangat dekat denganku. maka aku tidak akan mengeluh”.
By Nadia Nicole