OMK “LENYAP”, MUNGKINKAH MEREKA KEMBALI???
“Nggak ada lu, nggak rame….” Kalimat ini kerap kita lihat dalam iklan salah satu produk rokok. Di ceritakan bagaimana beberapa orang pemuda yang kerap mengalami kesulitan dalam situasi apa pun. Tapi lucunya, selalu ada jalan keluar yang “konyol” yang membuat penonton tertawa. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kekompakan, kerjasama, saling menyumbang ide, dan lain sebagainya. Jika satu orang “lenyap” dari kelompok itu, maka ramenya semakin berkurang. Situasi OMK baik di paroki maupun di stasi juga mengalami hal yang sama. Nggak ada lu, nggak rame… OMK menjadi tidak bakalan rame karena frekuensi kehadiran semakin berkurang, semangat semakin lemah, yang pada akhirnya OMK “lenyap”.
Melihat situasi di atas, Komisi kepemudaan Keuskupan Agats mengadakan temu pendamping dan ketua OMK dari paroki maupun kuasi paroki yang dipusatkan di Pusat Pastoral (PUSPAS) Keuskupan Agats. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 2 hingga 5 Juni 2015, dan mengambil tema : “PERGILAH DAN TEMANI ORANG MUDAMU!”. Banyak kaum muda yang “hilang” atau “lenyap” dari perkumpulan OMK. Hanya sebagian kecil yang menyadari dirinya sebagai OMK dan mengambil bagian dalam pelayanan gereja. Sebagian lagi sadar bahwa dirinya sebagai OMK tetapi hanya pada saat-saat tertentu, misalnya: rekreasi, ziarah ke tempat-tempat tertentu. Daya tarik kaum muda untuk berkumpul dalam wadah OMK semakin sedikit. Maka tak jarang yang aktif dalam kegiatan OMK di Gereja adalah mereka-mereka yang sadar bahwa dirinya adalah OMK.
Mungkinkah mereka “lenyap” dan tak bisa kembali lagi? Pertanyaan inilah yang hendak dijawab melalui materi-materi yang diberikan oleh narasumber. Kepada kaum muda sedikit diberi pemahaman bahwa beberapa nabi yang terpanggil untuk menyuarakan kebenaran dan kebaikan adalah orang-orang muda, misalnya Nabi Yeremia, Nabi Yesaya, Nabi Yunus. Mereka adalah pribadi-pribadi yang rapuh tetapi punya keberanian untuk menyuarakan kebenaran karena yakin bahwa Allah memberikan kekuatan dalam diri mereka.
Orang muda juga kadang merasa dirinya kurang mampu (rapuh) untuk melaksanakan tugas-tugas (pelayanan) dalam dan luar gereja. Selain itu juga, Kaum muda keuskupan Agats disadarkan kembali untuk tetap pada pendirian teteh-teteh (leluhur) kita jaman dulu. Misi (Gereja) dan Adat (tradisi) berjalan beriringan. Nilai-nilai injili yang ditanamkan oleh misionaris telah diterima baik oleh para leluhur secara adat. Diharapkan bahwa tradisi ini tetap dipelihara oleh kaum muda sebagai generasi penerus dari tradisi itu sendiri.
Kaum muda (OMK) yang “hilang” ini juga merupakan bagian dari OMK yang sadar akan dirinya sebagai OMK. Mereka bisa kembali jika kaum muda yang aktif ini mampu menyentuh hati mereka. Mereka jauh dari Gereja dan mungkin juga jauh dari Adat. Kita diutus untuk pergi mencari mereka yang “lenyap” dan membawa mereka kembali ke dalam perkumpulan kaum muda di paroki. Satu saja orang muda “hilang” maka berkuranglah kegembiraan dan harapan akan bangkit. Jika OMK “lenyap” siapa yang menjadi generasi baru untuk perkembangan Gereja Katolik di Keuskupan Agats di kemudian hari?*** (Felix Halawa, osc)