Uskup yang Bersemangat Muda

Uskup Prajasuta MSF saat Kunjungan ke Stasi Surian ok

(In Memoriam: Uskup Emeritus Mgr. F.X. Prajasuta, MSF)
Kesan Pertama Luar Biasa

Perjumpaan saya yang pertama dengan Mgr. Prajasuta, MSF terjadi pada pertengahan 2006 silam. Siang itu saya memberanikan diri berkunjung ke Wisma Ventimiglia Keuskupan Banjarmasin yang berlokasi di jalan Gatot Subroto nomor 10 Banjarmasin. Ketika itu saya baru beberapa bulan tinggal di Banjarmasin, sehingga pengalaman berjumpa dengan Uskup Prajasuta, MSF adalah pengalaman pertama.

Saya yang berkunjung seorang diri saja ketika itu langsung diterima oleh Mgr. Prajasuta, MSF di ruang tamu. Setelah memperkenalkan diri, kami kemudian berbincang banyak hal. Suara beliau terdengar tegas namun bernada ramah dan penuh persahabatan. Sekali waktu kami tertawa bersama. Kunjungan siang itu menjadi makin berkesan manakala Uskup Prajasuta, MSF memberikan hadiah sebuah buku kecil karya beliau yang berisi kata-kata motivasi dan renungan yang bagus sekali.

Kesan Selanjutnya yang Kian Mendalam

Perjumpaan-perjumpaan selanjutnya pun terjadi dalam banyak kesempatan. Dan melalui setiap perjumpaan tersebut, saya makin terkesan terhadap pribadi beliau. Seperti yang terjadi pada hari Minggu, 15 Juni 2008, ketika saya ikut mendampingi anak-anak BIA dan SEKAMI Paroki Bunda Maria Banjarbaru yang berjumlah sekitar 80-an orang.

Siang itu waktu telah menunjukkan pukul 10.00 WITA. Sebuah pesan singkat masuk ke kotak pesan saya. SMS itu berbunyi demikian, “Baik sekali. Kalau mampir Ventimiglia juga baik. Berapa orang rombongannya?” Dan pengirim SMS tersebut adalah Mgr. F.X. Prajasuta, MSF.

Beberapa waktu sebelumnya, saya memang sempat mengirim pesan pemberitahuan kepada Bapak Uskup perihal kunjungan kami ke Panti Asuhan Bhakti Luhur Banjarmasin. Tanpa saya duga, tanggapan Bapak Uskup ternyata begitu senang dan malah menawari kami untuk singgah ke Wisma Ventimiglia pada siang itu.

Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 Wita. Dua buah bus yang membawa rombongan kami akhirnya tiba di Keuskupan Banjarmasin dan langsung mendapat sambutan gembira dari Mgr. Prajasuta, MSF. Setiap anak disalami Bapak Uskup satu-persatu, sebelum akhirnya dipersilahkan masuk ke dalam.

Dengan penuh perhatian, Bapak Uskup mengiringi rombongan anak-anak menuju teras yang terletak di tengah komplek Wisma Ventimiglia. Teras ini berhadapan dengan Gua Maria dan sebuah kolam yang dipenuhi ikan-ikan cantik.

Kursi-kursi yang berjajar rapi menyambut kedatangan kami. “Luar biasa! Semua sepertinya telah dipersiapkan oleh Bapak Uskup beberapa saat sebelum kami datang.” Anak-anak pun segera disuguhi minuman, permen dan kue oleh pegawai Wisma Ventimiglia.

Dalam suatu kesempatan, Bapak Uskup menyampaikan perasaan sukacita beliau atas kehadiran kami semua. Beberapa orang anak dan orang tua mengungkapkan sharing-nya bahwa ini adalah kunjungan yang pertama kali ke kediaman Bapak Uskup.

Bapak Uskup yang pandai menciptakan lagu-lagu ini pun kemudian mengajak anak-anak bernyanyi bersama sebuah lagu berjudul “Kita Bersaudara.” Kami semua kemudian larut dan ikut serta bernyanyi gembira dengan Bapak Uskup. Bahkan dalam kesempatan lain, Bapak Uskup mengajak anak-anak untuk berdiri dan membuat lingkaran, lalu bernyanyi sambil berjalan berkeliling lingkaran dan bertepuk tangan dengan penuh kegembiraan. Meskipun saat itu beliau sudah berusia hampir 77 tahun, namun semangatnya masih tampak luar biasa!

Sebelum meninggalkan Wisma Ventimiglia, anak-anak berdoa bersama dan langsung menerima berkat dari Bapak Uskup. Satu persatu kami menyalami Bapak Uskup, sebelum akhirnya dihantar beliau kembali ke bus. Lambaian tangan dan senyum ramah Mgr. Prajasuta, MSF tampak kian menjauh, saat bus mulai bergerak menuju Banjarbaru.

prajasuta-271x300

Tetap Bersemangat Muda di Usia Senja

Pengalaman bersama Bapak Uskup lainnya saya alami secara kebetulan. Ketika itu saya sedang mengadakan perjalanan tourne seorang diri dari satu paroki ke paroki lainnya di Keuskupan Banjarmasin. Saya melakukannya untuk pembuatan dokumentasi sekaligus mengumpulkan bahan-bahan materi buku kenangan Pesta Perak Mgr. Prajasuta, MSF dan buku kenangan tahbisan Mgr. Petrus Timang.

Perjalanan saya awali pada hari Kamis, 21 Agustus 2008. Minggu malam, 24 Agustus 2008 saya tiba di Paroki Ave Maria Tanjung. Sebelum tidur saya mendapat kabar dari Pastor Frans Kabrahanubun, MSC (Pastor Paroki Ave Maria Tanjung), bahwa Bapak Uskup akan berkunjung ke Stasi St. Yoseph Surian keesokan harinya.

Bapak Uskup sendiri tiba di Biara Susteran SPM Tanjung (terletak dalam komplek Paroki Ave Maria Tanjung) sekitar pukul 16.00 WITA pada Senin, 25 Agustus 2008. Setelah beristirahat sejenak, rombongan segera berangkat menuju Stasi Surian yang terletak + 25 km dari pusat paroki. Pastor Frans Kabrahanubun mengiringi perjalanan kami dengan sepeda motor Suzuki TS-nya, menyusuri jalanan beraspal yang kanan kirinya ditumbuhi oleh pepohonan karet.

Di sepanjang perjalanan, Bapak Uskup sering melontarkan anekdot-anekdot yang membuat kami semua tertawa gembira. Suatu ketika beliau berujar kepada 3 orang suster PRR yang ikut serta, “Suster-suster tahu tidak, di sini banyak pembalap?” Karena tidak ada yang bisa menjawab, spontan Bapak Uskup menimpali, “Pemuda berbadan gelap!”. Sontak para suster tertawa.

Di lain waktu Bapak Uskup berkisah, “Saya ini bisa menyeberang lautan, berjalan di atas air tapi tidak tenggelam!”. Seorang suster menyahut, “Wow, itu mukjizat Bapak Uskup!”. Tapi lagi-lagi Bapak Uskup melanjutkan kata-katanya yang tadi nampaknya belum selesai, “… tapi naik Ferry,” ujar beliau sambil tertawa kembali.

Setibanya di halaman depan Gereja Stasi St. Yoseph Surian, kami turun dari mobil. Ketika itu kami menyaksikan bahwa umat Katolik di stasi ini sedang bergotong royong membangun Biara Susteran PRR yang lokasinya terletak tak jauh dari bangunan Gereja.

Umat di sini tampak antusias dan bersemangat. Mulai dari anak kecil hingga orang tua, semuanya terlibat di dalam karya ini. Mereka mengangkut material bangunan seperti pasir dan batu dari halaman depan Gereja menuju lokasi Biara.

“Kalian pasti bisa, kalian pasti mampu. Saya percaya Biara Susteran ini akan selesai Oktober 2008 nanti, karena akan diberkati Uskup Larantuka,” begitulah ucapan Bapak Uskup mengobarkan semangat umatnya.

Sejak kedatangan kami, Bapak Uskup menyalami setiap orang dengan begitu ramah, bahkan beliau menyempatkan diri untuk berfoto bersama di depan Gereja dengan anak-anak di Stasi Surian. Bapak Uskup tampak hangat merangkul dan menyalami anak-anak kecil ini satu persatu, sebuah perhatian yang mengisyaratkan jiwa kebapaan beliau yang begitu mendalam.

Tak terasa hari hampir menjelang malam. Bapak Uskup segera mengajak kami kembali ke Paroki Tanjung. Kijang warna biru yang membawa kami pun beranjak berlahan meninggalkan Desa Surian dengan berjuta kesan. Di sepanjang jalan, kami melihat lambaian tangan umat setempat yang tampak gembira mendapat kunjungan dari Bapak Uskup hari itu.

Di sebuah rumah, Bapak Uskup mengajak singgah sebentar untuk mengunjungi salah seorang umat Surian. Bapak Uskup segera menanyakan keadaan salah seorang anaknya yang dikabarkan sakit beberapa waktu sebelumnya. Anak yang dimaksud Bapak Uskup pun keluar, dan Bapak Uskup segera mengajaknya berdoa bersama. Jujur saja, saat itu saya merasa terharu!

Setibanya di Tanjung, kami semua dijamu makan malam oleh suster-suster SPM. Setelah itu kami beristirahat. Pukul 03.00 subuh, kami bersiap-siap untuk kembali ke Banjarmasin. Setelah menikmati minuman hangat, kami berpamitan dengan Sr. Valentine, SPM dan Sr. Robertha, SPM.

Saya dipersilahkan Bapak Uskup untuk duduk di depan, sedangkan Bapak Uskup memilih kursi tengah. Pukul 03.15 WITA mobil meluncur melintasi jalanan yang dingin dan lengang. Tikungan demi tikungan kami lewati, sekali waktu saya tertidur, lalu terbangun lagi, begitu seterusnya.

Dalam suatu kesempatan, saya memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Dan hati saya makin kagum manakala saya melihat Uskup Prajasuta, MSF tertidur pulas di kursi mobil. Beliau benar-benar rendah hati dan sungguh-sungguh menjalankan tugasnya sebagai Gembala dengan sebaik mungkin.

Meski usianya mulai beranjak senja, namun beliau masih menjalankan tugasnya dengan semangat muda! “Apa ada ya Uskup jaman sekarang yang seperti beliau? Yang rela tidur di jok mobil dalam perjalanan di tengah pagi buta? Bukankah semestinya beliau saat ini masih tidur di kamar dan baru meneruskan perjalanan esok hari?” ucap saya membatin.

Terimakasih Bapak Uskup atas pengalaman dan kebersamaan yang boleh saya alami. Terimakasih sudah memberikan teladan yang begitu berharga bagi saya sebagai orang muda. Doakan kami Monsinyur, doakan kami yang masih berjuang dan berziarah di dunia ini. Terimakasih. (dionisius agus puguh)

11822361_10204812276287413_2431195103975939620_n

Banjarmasin, 31 Juli 2015

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *