BER ”4”

TREN AKSI SOSIAL MASA KINI: BER ”4” (BERkunjung, BERi sambutan, BERi bantuan, BERfoto) LALU PULANG CUKUPKAH ITU?
(sebuah Refleksi)

the rich and the poor
Saat itu kami (salah satu organisasi kemahasiswan Katolik.red) melakukan ekskursi sosial selama satu bulan di beberapa titik. Salah satu kelompok melakukan ekskursi sosial di salah satu rumah singgah untuk menampung saudara/-i penderita HIV/AIDS. Secara rutin dalam kegiatan eksursi sosial tersebut kami datang dan bercerita dengan mereka. Kebersamaan di hari pertama bagi anggota kami yang baru pertama kali datang di tempat tersebut sangatlah canggung dan terkesan penuh ke”hati-hatian” (ada beberapa yang masih enggan bersalaman dengan para penderita HIV/AIDS.red).

 
Memasuki hari seterusnya, seluruh anggota perlahan mulai akrab dengan saudara/-i penderita HIV/AIDS. Sharing bersama dengan mereka sembari menikmati gorengan (snack.red) lalu mendengarkan kisah hidup mereka sebelum masuk ke rumah singgah dan setelah masuk. Banyak kisah haru yang mewarnai saat mereka bercerita mengenai masa-masa kelam yang mereka lewati dan tidak sedikit yang terus menyesali apa yang telah terjadi. Mulai dari kisah dibuang oleh keluarga mereka sendiri dan tidak diakui sampai kisah keputusasaan yang menyelimuti sampai niat untuk mengakhiri hidup dengan meminum racun atau menggantung diri.

 
Lalu saat kami semakin akrab kami kemudian menanyakan apa harapan mereka terhadap orang di luar terlebih khusus Gereja terhadap mereka. Salah seorang menjawab: “Kami butuh harapan dan penguatan, banyak yang datang tapi kedatangan mereka membuat kami semakin putus asa dan semakin terpinggirkan. Contohnya mereka datang hanya membawa sumbangan lalu pergi dengan segera dan tidak mau bertemu dengan kami”. Lalu yang lain berkata: “Banyak juga yang datang namun menempatkan kami di posisi sebagai pendengar dan mereka yang kemudian lebih banyak bercerita padahal sebenarnya kami mau menjadi orang yang didengar”. Hal ini menjadi refleksi pribadi bagi kami dan juga bagus jika kita anggota Gereja pun merefleksikannya.

 
Sebuah aksi diclaim sebagai aksi sosial hanya dengan datang membawa sumbangan lalu pulang. Sesuatu yang telah menjadi tren dan habitus baru dari sebagian besar orang adalah berkunjung atas nama komunitas tertentu membawa sumbangan bahan makanan lalu berfoto itulah siklus baru yang menjadi tren yang secara instan dikatakan sebuah aksi sosial. Di dunia ada banyak orang miskin atau lebih tepat dimiskinkan. Khususnya Asia sangat diwarnai oleh kemiskinan. Kehadiran Gereja hendaknya mempunyai makna dan membawa kabar baik bagi kaum miskin. Bukan dengan semata-mata memberikan sedekah tetapi lebih kepada memberikan semangat harapan hidup yang baru.

 
Pelayanan Gereja pertama-tama harus merupakan tanda kasih Allah bagi manusia. Kerajaan Allah bukan obat penenang dan bukan candu. Kerajaan Allah berarti perjuangan dan kerja berat. Yesus datang tentunya bukan untuk membawa dan mendirikan organisasi keagamaan yang didalamnya menjadi himpunan saleh melainkan Yesus datang untuk memberi inspirasi dan semangat.

 
Yesus berkarya tidak sedekar dengan teori namun praksis hidup. Oleh karena itu Gereja pantas bertanya pada dirinya sendiri: Apa dasar dan tujuan segala kegiatan sosial dan karya amal kita? Apakah hanya sekedar sebuah formalitas ataukah sebagai perwujudn iman kita? Lalu bagaimana kita berusaha memberi semangat dan kepercayaan diri kepada seseorang yang terpinggirkan?

By: Kurnia Patma (Sekretaris Komisi Kepemudaan Keuskupan Jayapura)

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *