Bangga Jadi OMK

img_1475383265622MANADO, Indonesian Youth Day (IYD) menjadi momen bagi peserta untuk lebih menjadi bangga telah menjadi OMK. Setiap momen menjadi alasan untuk bangga.

Mariana Angel Karunia Priska (22), peserta Indonesian Youth Day dari Keuskupan Denpasar merasa bangga sebagai Orang Muda Katolik (OMK). Rasa kesatuan baginya sangat terasa ketika diadakan defile peserta mulai dari Lapangan KONI sampai Stadion Klabat, Selasa (4/10).

“Rasa kesatuan kita berbeda. Kita diajarkan satu tapi masuk dalam budaya-budaya (inkulturasi),” katanya.

Inkulturasi itu memang benar-benar ditampilkan dalam defile yang meriah itu. Dengan dikawal tari Kabasaran yang ada wanita, misalnya, keuskupan Weetebula menarikan Tari Kataga.

14566195_334534370229241_5609537829437792914_oKeuskupan Atambua yang berada tak berada jauh di belakangnya tampak menggunakan baju adat Timor. Kata Pastor Giri, pendamping dari keuskupan itu mereka juga menyanyi Horas Loron Malirin (diwaktu senja yang sejuk) Pastor Yoris Giri

Banjarmasin juga tampil dengan baju adat Banjar. Sementara keuskupan Maumere menampilkan tari Hegong dan tenun ikat Maumere.

Keuskupan Ambon “tak mau kalah”. Mereka menampilkan tari Cakalele yang energik. Mereka bahkan menarikan itu dalam sebuah sebuah perahu tanpa dinding.

Keuskupan Malang menampilkan umbul-umbul Blambangan. Selain menampilkan umbul-umbul Blambangan, kata Thomas Dwiprianto, OMK Malang, mereka menampilkan tari Janger dan baju adat Banyuwangi, Malangan, dan Madura.

Hampir semua keuskupan di Kalimantan memakai baju adat Dayak. Sementara Palembang menampilkan Topi Tanjak dan Tari Bleganjur.

Keuskupan Agats menampilkan baju adat Asmat. Menurut Trianto (34), baju adat mereka terbuat dari Daun Sagu Muda

“Tidak seperti baju adat Papua yang lain.
Mereka terbuat dari kulit pohon,” katanya.

14500682_334557526893592_6545427330110749876_oKeuskupan Palangkaraya menampilkan tarian Manasai, tari yang dipakai untuk menyambut tamu. Sementara keuskupan Kinabalu menyanyikan sayang Kinabalu.

“Itu mengambarkan Sabah Malaysia tentang sebuah gunung. Kami menyanyikan lagu Malaysia tapi kami ingin selalu di sini,” kata Johanis Markus (31), OMK Kinabalu.

Bupati Sekadau, Rupinus ikut bersama
rombongan Keuskupan Kupang. Ia mengaku ingin memotivasi anak muda agar punya semangat.

Teli Simbar (58), masyarakat yang menonton mengaku kegiatan ini sungguh luar biasa. Ia baru melihat hal seperti ini dalam hidup.

Kegiatan tinggal bersama (live in) juga memberikan kebanggaan sebagai Orang Muda Katolik (OMK) dan sukacita bagi peserta karena telah membawa kebahagiaan di tengah masyarakat yang majemuk semakin dipertebal.

Silvi Wowor, OMK Keuskupan Denpasar yang live-in di stasi Maumbi, Paroki Santa Ursula Watutumou merasakan kesatuan yang sangat luar biasa di antara sesama OMK.

“Kami misa bersama, rosario, dan bible sharing bersama. Ini menyenangkan,” katanya, Minggu (2/10)

Kebahagiaan gadis yang mempunyai ayah orang Manado dan ibu dari Bali ini bukan tanpa alasan. Di hari pertama, Sabtu (1/10), ia sudah mengikuti misa bersama OMK yang sebelumnya dilakukan bersama OMK Denpasar.

Ia yang baru pertama kali datang ke Manado itu sudah menyanyikan koor misa “Santo Yoseph” karya Pastor Yoseph Ansouw, pastor paroki Watutumou yang sudah dinyanyikan di Bali. Belum lagi, dengan tata misa Katolik yang sama antara Bali, Manado bahkan di mana saja.

Ia juga berkesempatan berosario bersama teman OMK yang lain. Di Bulan Mei dan Oktober, OMK dan umat Katolik di seluruh dunia berdoa rosario (doa kepada Tuhan melalui Bunda Maria) bersama.

“Saya juga baru selesai bible sharing. Pokoknya senang,” ujarnya

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *