Pengalaman di Taize
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus karena saya mendapatkan kesempatan untuk berziarah ke Taize selama 3 bulan yang tidak luput dari bantuan KWI. Saya mengetahui informasi ini dari sesama volunteer di Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Pontianak, dan saya mengikuti beberapa proses yang diperlukan. Sebelum saya ke Taize, saya tidak mengetahui apa itu Taize, apa itu ibadat Taize, tetapi dengan bantuan Tuhan saya diberi kesempatan untuk bisa menginjakkan kaki saya di Taize (17 Juni – 14 September 2016) dan mengikuti kegiatannya dan ibadat yang diselenggarakan 3x sehari. Tentunya pengalaman yang didapat itu sangat banyak, dari pengalaman hidup sampai pengalaman spiritual.
Papan tanda selamat datang di asrama
Saya dan teman-teman yang di undang ke Taize yang diberi gelar permament karena kami menetap di sana selama beberapa minggu / beberapa bulan. Asrama kami juga dibedakan, asrama N’Toumi untuk para volunteer perempuan dan asrama Tilleul diperuntukkan para volunteer laki-laki.
Foto bersama teman-teman asrama N’Toumi
Selama satu minggu sekali tepatnya pada sarapan pagi di hari Sabtu, kami diberikan jadwal pekerjaan yang berbeda dari minggu sebelumnya. Pada waktu ini adalah waktu yang paling menegangkan untuk kami karena kami penasaran pekerjaan apa yang akan kami dapatkan selama satu minggu kedepan. Jenis-jenis pekerjaan yang didapatkan sangatlah beragam, contohnya menjadi animator coordinator untuk menemani anak-anak bermain di rumah Olinda, small washing up di big kitchen, Point 5 (yang nama lainnya adalah membersihkan toilet), dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Pastinya ada pekerjaan yang disukai dan tidak disukai. Dari pengalaman ini juga, saya merasa saya menjadi seorang yang “profesional” dalam melakukan perkerjaan yang tidak saya sukai. Dan dari sini juga saya belajar bagaimana bekerja sama dengan orang lain. Tidak semua pekerjaan yang tidak saya sukai itu buruk, tetapi setelah saya selesai dalam pekerjaan saya dan melihat hasilnya, rasanya senang sendiri karena bisa menyelesaikannya dengan baik dan dibantu dengan teman-teman yang lain, apalagi ini bersifat sosial.
Animator coordinator El- Abidodh house Bible animator 15-16
Selain bekerja untuk membantu di komunitas Taize, kami juga diberikan kesempatan untuk mempersiapkan dan menampilkan budaya dari negara masing-masing (Indonesia, Vietnam, Filipina, Tiongkok) dalam Asian Workshop (kami memperkenalkan Indonesia pada Asian Workshop yang pertama pada tahun 2016). Pada persiapannya, kami harus melalui beberapa hambatan yang membuat kami jatuh bangun. Tanpa adanya campur tangan Tuhan, kami tidak akan bisa menampilkan budaya kami dengan baik. Saya juga merasakan bahwa teman-teman di asrama juga sangat mendukung kami dan mereka membantu kami mempersiapkan dekorasi-dekorasi yang akan kami tampilkan selama workshop. Tidak hanya itu, mereka juga dengan senang hati menghadiri Asian workshop kami sebagai tanda mereka memberikan semangat kepada kami. Puji Tuhan kami bisa menampilkan budaya Indonesia dengan baik dan dari saya pribadi, saya bisa mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi kendala mereka sebagai orang muda Kristiani dan semangat mereka dalam mengimani Yesus.
Asian Workshop
Jika ada waktu luang, kami sering nge-teh bersama di asrama, terkadang kami juga bermain bersama dan bercerita tentang apa yang sudah dialami hari ini dan apa yang kami rasakan. Menurut saya hal yang sederhana seperti ini sangatlah penting. Selama di Pontianak, kalau ngumpul, teman-teman semua sibuk dengan smartphone nya masing-masing, tidak peduli dengan teman di sekitarnya. Kenapa kita harus sibuk dengan smartphone kita sedangkan kita mempunyai sarana untuk berbicara secara langsung tanpa perlu mengetik, tinggal ngomong pasti lawan bicaranya akan membalas percakapannya tanpa perlu menunggu proses pengetikan melalui smartphone.
“FIKA”
Dari pengalaman spiritualnya, saya sudah merasakannya dari awal saya menginjakkan kaki di Taize, tanpa jalan yang sudah ditetapkan Tuhan, saya tidak akan bisa sampai ke Taize, dan mungkin saja saya masih di Pontianak tanpa tahu adanya komunitas ini. Pertama kali saya mengikuti ibadat Taize, saya merasakan ketenangan dalam berdoa, dan saya rasa ini pertama kalinya saya berdoa dalam tenang. Saya merasakan Tuhan menyambut dan merangkul saya untuk mengikuti ibadat Taize yang baru pertama kali saya ikuti. Tidak hanya itu, saya juga baru mengetahui bahwa komunitas Taize adalah suatu tempat oukumene yang tidak membuat perbedaan dalam menyembah Tuhan. Menurut saya itu sangat indah adanya karna dari perbedaan itu, saya dan teman-teman bisa berbagi pengalaman spiritual kami masing-masing dan juga bisa belajar sesuatu dari perbedaan itu sendiri. Selain itu, saya jadi lebih mudah untuk bersyukur atas apapun yang sudah saya lewati, apa yang saya lihat, apa yang saya dengar, dan apa yang saya rasakan. Secara tidak sadar, bersyukur atas segala hal.
Saya teringat ketika saya mengikuti retret yang diselenggarakan oleh organisasi yang saya ikuti, kami diajak dan dirangkul untuk lebih dekat dengan Tuhan, tetapi setelah retret, kami seperti mengucapkan salam perpisahan dengan Tuhan karna pada akhirnya kami sibuk dengan pekerjaan dan kegiatan masing-masing. Tetapi semuanya terbuka jelas sewaktu saya mengikuti silence week, seorang Suster pemateri Bible study mengatakan setelah mengikuti retret / silence week, tidak berarti kita mengucapkan “sampai jumpa” kepada Tuhan, tetapi tetap melanjutkan apa yang telah kita dapatkan, dari sini saya belajar bahwa biarpun saya sudah kembali ke keseharian saya, saya tidak boleh lupa dengan Tuhan dan tetap melanjutkan apa yang sudah didapatkan dan lebih baiknya lagi jika di bagikan kepada sesama.
Pada minggu terakhir saya di Taize, saya mendapatkan Bible Reflection bersama dengan teman-teman dari negara lain yang diundang oleh bruder di komunitas. Materi yang disampaikan berdasarkan dari kitab suci dan dijelaskan dalam sudut pandang yang lebih gampang dimengerti oleh seorang bruder. Setelah penjelasan dari bruder, kami dibagi dalam kelompok kecil untuk sharing pendapat kami masing-masing atau menceritakan pengalaman kami masing-masing yang sesuai dengan tema bacaan yang dibahas pada bible reflection. Pada hari Rabu (7 September 2016), beberapa suster dan bruder membawa kami ke suatu kota untuk berziarah ke gereja tua dan rekreasi. Menurut saya itu adalah sebuah bonus yang diberikan sebelum saya pulang ke Indonesia.
Pada hari Rabu tanggal 14 September 2016, saya dan teman saya harus pulang ke Indonesia. Selama kurang lebih 3 bulan d Taize, saya diajarkan bagaimana indahnya kebersamaan tanpa memandang adanya perbedaan. Saya juga diajarkan harus selalu bersyukur dari hal sekecil apapun. Saya berharap saya bisa membagikan pengalaman ini kepada teman-teman saya dan memperkenalkan kepada mereka ibadat Taize dan indahnya kebersamaan didalam perbedaan.
Foto terakhir bersama teman-teman N’Toumi dan Tilleul
Agustina Vivia