TO BE A CITIZEN OF THE WORLD

TO BE A CITIZEN OF THE WORLD

ESSERE UN CITTADINO DEL MONDO

 

FB_IMG_15086643193193157[1]Ciao tutti! Saya Tita, siswi pertukaran pelajar di Italia. Hari Kamis hingga Minggu yang lalu, saya bersama teman-teman siswa exchange di seluruh regio Lombardia mengikuti camp yang diselenggarakan oleh AFS Intercultura. Bertempat di Val Masino, Provinsi Sondrio, Italia Utara, kami semua ada 65 siswa dari berbagai negara, 4 orang dari Indonesia. Camp ini diadakan satu setengah bulan setelah kedatangan kami di Italia. Banyak pengalaman yang sudah kami alami, kemudian kami berkumpul bersama untuk salng share dan mengumpulkan berbagai pengalaman yang sudah kami lalui.

 

Kegiatan kami selama empat hari sudah direncanakan dengan sangat baik oleh para volunteer. Hari pertama, saya bersama teman-teman dari provinsi Brescia berangkat bersama naik kereta menuju Milan, di mana semua peserta berkumpul di sana. Lalu kami melanjutkan perjalanan dengan bus selama kurang-lebih tiga jam. Val Masino hanya sekitar 55 km dari Swiss, jadi bisa dibayangkan pemandangan kami selama perjalanan adalah pegunungan, danau, pohon-pohon yang daunnya sudah mulai menguning-merah-dan berguguran. Bellissimo! Ketika sampai, kami dibagikan daftar kamar, lalu ada sedikit waktu luang, kemudian kami berkumpul di palestra (ruang olahraga) untuk kegiatan pertama kami.

 

Banyak sekali kegiatan dan pengalaman kami selama empat hari itu, dan kalau saya ceritakan semua tidak akan ada habisnya. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok, sesuai warna nametag kami. Saya ada di kelompok verde (hijau). Kegiatan kami dirancang sedemikian rupa mulai dari menggambarkan situasi dan ekspektasi kami di camp saat itu, lalu recollecting pengalaman kami selama sebulan ini, yaitu dengan membagikan apa yang sudah kita lihat, dengar, lakukan, dan rasakan. Lalu kami membicarakan tentang keluarga, sekolah, lingkungan yang asing bagi kami, terlebih values dan behavior yang juga berbeda dari negara asal kami. Kemudian kami juga membicarakan tentang stereotype budaya. Di situ kami belajar bahwa sebuah budaya jauh lebih luas daripada stereotype yang kita kenal. Justru kita mengenal sebuah stereotype karena kita tidak tahu banyak, sebagai akibat dari budaya yang memang sangat luas maknanya dan keterbatasan kita mengenal, memahami, dan mendeskripsikan semuanya.

 

IMG-20171023-WA0058[1]Dari sekian banyak kegiatan itu, bagi saya yang paling berkesan adalah tentang bagaimana kami belajar memahami budaya. Saya bertemu banyak orang – bayangkan, 65 teman dari berbagai negara – dan kami memang berbeda-beda. Ada hal-hal yang bagi saya cukup aneh, juga hal-hal yang saya lakukan yang mana bagi mereka pun aneh, seperti kebiasaan melepas sepatu, lalu bagaimana pintu kamar selalu terbuka atau selalu tertutup, cara berbicara, cara menunjukkan apresiasi, itu semua berbeda. Bagi kami yang dari Asia bisa jadi cukup membuat awkward ketika orang Italia menyapa dengan pelukan atau ciuman di pipi. Lalu bagi beberapa orang aneh pula mendengar bahwa sekolah masih menggunakan seragam. Banyak sekali perbedaan, tapi saya sangat senang bisa hadir dan merasakan bagaimana hidup di tengah perbedaan itu.

 

Sejak camp itu, saya menyadari bahwa dunia memang tidak selebar daun kelor. Kami, para remaja dari berbagai latar belakang dan budaya yang berbeda bisa saling menjadi teman dan sahabat. Somehow, kami bisa memiliki ikatan dan koneksi yang begitu kuat, yang saya pikir mungkin karena kami mengalami hal yang sama, menghadapi situasi dan kesulitan yang sama yaitu: bertahan hidup di tengah perbedaan. Begitulah pada akhirnya semua keasingan dan perbedaan justru membawa persatuan, dan saya akhirnya sadar apa makna dari menjadi warga dunia. Dunia bagi saya bukan lagi sebatas gumpalan batu antariksa yang berpenghuni manusia, lalu terbagi menjadi negara-negara keren yang punya berbagai macam destinasi wisata. Dunia adalah rumah kita, tempat kita saling berbagi dan memahami di tengah segala keragaman. Begitulah saya pikir seharusnya kita hidup: dalam persahabatan dan pengertian. Kalau kami para remaja dari seluruh penjuru dunia bisa melakukannya, masakah tidak untuk Indonesia?

Post Author: admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *