Barusan kita dengar kabar sedih. Stephen Hawking, saintis terbesar abad ini, yang 50 tahun mengidap ALS dan hanya bisa terkulai di atas kursi roda, wafat di usia 76 tahun.
Hawking dengan pemahaman saintifiknya, mengaku ateis. Yang menarik, Hawking sudah lama sekali menjadi bagian dari Tim Kepausan untuk urusan akademi sains.

Inilah kerja sama yang luar biasa dari dua aliran yang berbeda. Masing-masing menghargai identitas & kontribusinya. Hawking tidak berakhir sebagai Katolik, pun Vatican tetap teguh memegang ajaran-ajaran moral kendati perkembangan sains & teknologi menghimpitnya.
Tidak mudah menemukan pola-pola kerja sama seperti ini. Apalagi di negara yang sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Mahaesa. Sesama pemeluk agama yang mengaku bertuhan saja bisa saling serang dan bunuh. Mengaku bertuhan, namun praktik hidupnya justru mengkhianati Tuhan.
Apa yang salah? Apakah ajaran agama, ataukah tafsir terhadap ajaran itu? Apakah manusia memang terlalu bodoh untuk sampai kepada Allah?
Hawking mengaku ateis, bukan supaya orang (terutama yang mengaku bertuhan) menghujatnya, namun justru membantu mereka untuk sampai pada Allah. Fides quaerens intellectum Ilmu pengetahuan tidak menjauhkan manusia dari Tuhan. Ilmu pengetahuan justru mengajarkan kearifan kepada manusia, untuk melampaui dirinya sendiri, dan dengan begitu, mencapai kerahiman Tuhan.