Boleh dibilang, aku termasuk anak dari keluarga berkecukupan. Bukan kaya, tapi berkecukupan. Hidupku berjalan baik, tak pernah berkekurangan. Aku pun dapat mengembangkan berbagai talenta yg kupunya.
Dalam situasi hidup itu, wajar jika aku merasa biasa saja kalau membantu orang lain. Bukankah aku punya sesuatu utk diberikan, sementara mereka-lah yg membutuhkan?

Rasanya seperti ditampar oleh realitas.. dan jadi teringat bagaimana Rasul Paulus menuliskan narasinya tentang kasih. Kita bisa berkata-kata dgn semua bahasa, bernubuat, dan memberikan apapun.. namun tanpa kasih, semua akan sia-sia. Apakah gunanya kepandaian, talenta dan harta jika semua tak digunakan dalam kasih?
Dalam satu sesi pengakuan dosa, Bapa Pengakuanku mengutip perkataan St. Teresia Lisieux: perbuatan kasih itu tidak cukup. Jadilah kasih itu sendiri.
Aku pun belajar utk lepas-bebas dgn segala yg kumiliki, agar aku bisa melakukan pelayanan yg sejati: hadir dalam situasi hidup sesamaku, dengan apapun atau bahkan tanpa apapun. Sebab segala sesuatu adalah milik Allah, bahkan juga cinta dan pelayanan.. sementara aku hanya menjadi alat-Nya saja.