Retret Di Taize, Perancis : Menemukan Makna Hidup

Saya baru saja menyelesaikan “Silence Week” atau mengheningkan diri (ret-ret) selama seminggu di “Le Puit”. Le Puit adalah sebuah rumah hening dan dikhususkan bagi siapa saja yang datang ke Taize untuk menyepi atau mengheningkan diri. Tentu saja harus terlebih dahulu menyampaikan ke Bruder pendamping.

 

taise1Bersama beberapa kawan orang muda serta seorang Romo berusia 69 tahun yang berasal dari Dioses Rotterdam, Belanda, setiap hari selama seminggu pada jam 10.00 pagi secara khusus kami diberikan santapan rohani berupa refleksi Kitab Suci yang diambil dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru oleh Bruder Mattew. Saya juga mendapat bimbingan spiritual setiap hari jam 06.00 sore dari Bruder pendamping yakni Bruder Marek yang juga seorang Romo dari Polandia yang ditahbiskan secara khusus untuk Komunitas Taize, Perancis atas permintaan Bruder Roger sang pendiri komunitas.

 

Dalam setiap pertemuan,nbaik Romo Marek ataupun Bruder Mattew selalu menekankan jika manusia adalah homo orans (makhluk pendoa). Dalam keberadaan ini manusia senantiasa bersyukur dan mengalami seluruh peristiwa hidup yang dialami. Entah itu peristiwa suka,atau pun  penuh duka dalam doa dan pujian. Hal ini menjadi dasar dari hakikat manusia yang terus berefleksi dan selalu menyadari kelemahan dirinya di hadapan Sang Pencipta Yang Maha Agung.

 

Di Komunitas Taize, ret-ret  merupakan  salah satu  kegiatan  rohani yang wajib dilakukan  oleh  setiap orang muda.  Retret berarti mengundurkan diri, menyendiri, menyepi, menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari,  meninggalkan dunia  ramai. Dalam  retret banyak  rangkaian  kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan teratur dalam bidang rohani seperti berdoa, pemeriksaan batin, mengadakan refleksi, membuat renungan, bermeditasi. Dalam retret  orang mendapat  keheningan  sehingga dalam  keheningan  dapat merasakan kelegaan.

 

taise3Istilah “retret” dari bahasa Inggris “retreat” yang berarti “mundur”, atau “mundurnya”, atau “tempat pengasingan diri”. Istilah “retret yang banyak dikenal oleh  gereja diambil  dari  bahasa Perancis  yang  mempunyai makna  yang  sama, yaitu “La retraite”, artinya : pengunduran diri, menyepi, dan menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari. Dari istilah-istilah di atas maka dapat disimpulkan bahwa retret  berarti mengundurkan  diri,  mengasingkan diri,  menjauhkan  diri dari kesibukan sehari-hari di suatu tempat yang tenang dan aman untuk secara khusus membaktikan diri dalam perenungan religius, jauh dari rutinitas sehari-hari.

 

Tradisi  retret yang  dilakukan  secara terorganisir  baru  dilakukan pada zaman  Ignatius  dari  Loyola  (1491-1556). Sejak itu  retret menjadi populer di lingkungan gereja pada umumnya hingga saat ini. Santo  Ignatius dari  Loyola  memaknai retret  sebagai  latihan rohani. Baginya latihan rohani adalah setiap cara mempersiapkan jiwa dan menyediakan hati untuk melepaskan diri dari segala rasa lekat dan menemukan kehendak Allah dalam  hidup  nyata keselamatan  jiwa  kita, yaitu  setiap  cara memeriksa  hati, meditasi, kontemplasi, doa lisan atau batin dan segala kegiatan rohani lainnya. Secara  lebih bebas,  retret didefinisikan  sebagai waktu  istirahat  dari studi  dan urusan sehari-hari tetapi juga waktu untuk sungguh-sungguh berdoa.

 

Tujuan asli dari retret merupakan latihan rohani, exercitia spiritualia  atau spiritual exercises. Dengan latihan rohani maka akan menjaga kesehatan rohani sehingga bebas dari segala penyakit jiwa, yang membuat manusia tidak mampu hidup menurut  potensi  rohani yang  paling  tinggi. Penyakit  jiwa  berupa akibat-akibat dosa dalam diri manusia, kecendrungan-kecendrungan jahat dalam hati dan semangat-semangat jahanam  (Galatia  bab 5:  19-21).  Dengan mengadakan  retret untuk  menjaga kesegaran  rohani  umat Kristiani  sehingga  terbuka dan  tanggap terhadap karya cinta kasih Allah dan siap untuk mengikuti bimbingan-Nya. Retret juga  membuat umat  kristiani  semakin cakap  dalam  praktek kegiatan  rohani, seperti  doa-doa, pemeriksaan batin, refleksi renungan, meditasi, kontemplasi, dan lain-lain, dan  semakin  mampu menikmati  pekara-pekara  rohani, seperti:  sikap-sikap Injili, keutamaan-keutamaan, penerangan-penerangan rohani dan pengalaman-pengalaman spiritual.

 

 

Orang Muda Dan Globalisasi

 

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia  global itu. Salah satu  faktor yang  dapat  mempercepat perkembangan  globalisasi  di  Indonesia  adalah kehadiran  teknologi informasi  dan  teknologi komunikasi  yang  berasal dari  luar  negara. Globalisasi menyentuh  seluruh aspek  penting  dalam kehidupan  masyarakat  Indonesia. Globalisasi menciptakan  berbagai tantangan  dan  permasalahan baru  yang  harus dijawab, dipecahkan  dalam  upaya memanfaatkan  globalisasi  untuk kepentingan  kehidupan.

 

Dengan begitu banyak faktor yang menyebabkan perkembangan globalisasi semakin cepat berkembang, globalisasi itu sendiri juga dapat berpengaruh terhadap kaum muda dalam kehidupan  sehari-hari, seperti budaya  berpakaian, gaya  rambut  dan sebagainya.  Salah  satu perkembangan  globalisasi ini  mengakibatkan  banyak kaum  muda  yang belum mengerti  tujuan  hidup mereka.  Sehingga,  gaya hidup  kaum  muda yang  mencari  jati diri dapat  mereka  cari dengan  cara  yang negatif,  dan  dapat mengakibatkan  suatu  resiko yang membuat kaum muda menjadi salah dalam mengenali jati diri mereka.

 

taise2Setiap kaum muda selalu  mengalami  proses mencari  jati  diri  seiring dengan  meningkatnya perkembangan mereka, dan sebagai masa transisi dari remaja menuju dewasa. Proses  mencari jati diri atau identitas  diri ini,  bukanlah  hal yang  mudah  bagi  orang muda,  sebab  sering kali  mereka dihadapi hal-hal atau kondisi yang sulit dipahami, sehingga tidak jarang mereka mengalami krisis identitas diri. Kaum muda menjadi tidak mempunyai petunjuk atau pedoman yang  jelas tentang  bagaimana  caranya untuk  bertindak  secara benar  dalam menghadapi masalah.

 

Merebaknya  budaya globalisasi  dalam  dunia masa  kini  mengakibatkan lemahnya  daya moralitas  kaum  muda dalam  membangun  relasi bersama  dengan orang  lain dan  meningkatnya  kecenderungan sikap  individualitis  dan ketakacuhan kaum muda terhadap orang lain. Padahal menurut Ervin Staub, moralitas merupakan serangkaian aturan,  kebiasaan  atau prinsip  yang  mengatur perilaku  manusia  dalam hubungannya dengan sesama, suatu perilaku yang mencerminkan keluhuran manusia.

 

Kelemahan  moralitas kaum  muda  dalam membangun  relasi  bersama dengan  orang lain  semakin membuat kaum muda itu sendiri bersikap individualistis, artinya tidak lagi  mempedulikan  orang lain  melainkan  ia hanya  berpusat  pada dirinya  sendiri. Dengan  kata lain, ia  melihat dirinya sebagai “pahlawan”  di  mana di dalam dirinya sendiri  ia  menemukan kebenaran  yang pasti  dalam perkembangan  hidupnya.

 

Inilah yang  dikatakan  oleh Kohlberg,  bahwa  kaum muda  sering  terbelenggu oleh  sikap individualisme  yang mencari penghiburan dan rasa aman pada tingkah laku teman-teman sebaya. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa kaum muda memiliki sikap apatis  dengan mengatakan  “uruslah  urusanmu sendiri,  dan  biarlah orang  lain menyelesaikan urusannya sendiri.

 

 

Retret “Memahami Makna Hidup” Bagi Orang Muda

Retret bagi orang muda di Taize dalah kesempatan untuk menarik diri dari kesibukan sehari-hari, belajar mengolah hidup rohani,  sehingga  dapat menyadari  diri,  menemukan jati diri, dan mengenal diri kita lebih jauh, juga mengenal Tuhan dan  sesama. Kesadaran  diri  dalam kaitan  relasi  dengan Tuhan  dan  sesama. Inilah  yang menjadi  modal  awal pegangan  atau  prinsip hidup  orang muda selanjutnya.  Mungkin akan  ada  penguatan, teguran,  pembaharuan, penyegaran, dan sebagainya melalui retret.

 

Dalam retret untuk saya dan orang muda pada umumnya menurut Romo Marek adalah sebagai usaha untuk  mengadakan perubahan  hidup itu. Proses retret  kerap  dilukiskan seperti  berikut:  retret bermula  dari  hal-hal yang  tidak  baik, deformatamenuju ke perbaikan. Hal-hal yang sudah diperbaiki, reformata, kemudian diarahkan,  transformata,oleh penerangan dan  kekuatan yang  diperoleh dalam  doa-doa selama retret.

 

Kegiatan dalam retret dilakukan secara teratur dan sistematis misalnya dalam kegiatan rohani, seperti berdoa, renungan, membuat pemeriksaan batin, mengadakan refleksi.  Retret  sebagai kesempatan  untuk  mengundurkan diri  dari  aktivitas dan kejenuhan  sehari-hari,  seringkali membantu  orang  untuk mendapatkan  keheningan, karena  dalam keheningan  itulah  orang bisa  mendapat  ketenangan dan  kelegaan.

 

Pembinaan dalam retret sering kali dapat membantu orang menemukan lambang diri. Lambang  diri  diperlukan oleh  kaum  muda yang  sedang  berkembang untuk menemukan jati diri, dan juga membimbing orang tua untuk mendidik anak-anaknya agar dapat memahami makna hidup yang umumnya sulit ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Retret  bertujuan untuk  memperoleh ketenangan batin. Ketenangan batin  memberi kita akan  kesadaran peranan Allah  di dalam hidup kita. Dengan retret, kita dapat menggali hal-hal atau peristiwa masa lalu yang  sekarang dapat  dirasa  sangat berguna  dalam  perkembangan hidup  kita.  Pada dasarnya,  retret merupakan  solusi  untuk mengembalikan  iman  yang sedang mengalami krisis (desolasi).

 

Mengasingkan  diri bukan  hanya  ciri  khas umat  kristiani  melainkan manusiawi  untuk mendapatkan  keheningan.  Praktek ini  diinspirasikan  oleh teladan Yesus  yang  berdoa di  padang  gurun sebelum  memulai  tugas perutusan-Nya  (Mat 4:1-11).  Para rasul  bertekun  dalam doa  menantikan  karunia Roh  Kudus  selama sembilan hari ( Kis 1: 13-14). Teladan Yesus memberikan pandangan baru mengenai pengasingan diri. Pengasingan diri dilakukan untuk menyadari kehadiran Tuhan lebih intensif  dan pribadi.

 

Hal  ini dapat  kita  temukan  melalui keheningan.  Keheningan merupakan  alat bagi  kita  untuk dapat  lebih  merasakan kehadiran  Allah  dalam diri kita.  Jiwa  harus tenang  dan  damai sehingga  dapat  merasakan kesatuan  dengan Tuhan, alam, dan sesama. Lalu, kita mengekspresikan perasaan-perasaan hati melalui pertanyaan,  sharing,  persoalan, dan  emosi  yang menghambat  sehingga  kita dapat memperoleh  kelegaan. Dari proses pengolahan  ini kita dapat memilih tujuan hidup tertentu.  Tujuan  tersebut menjadi  langkah  atau anak  tangga  yang abadi  menyatu dengan Allah.

 

Pada diri kaum muda Kristus memberikan dampak, terdapat sifat-sifat  seperti yang  dikatakan  Paulus kepada  Timotius  dalam 1  Timotius  4:12. Dalam usahanya meyakinkan Timotius bahwa usia mudanya tidaklah harus menjadi penghalang bagi pelayanan, Paulus memintanya untuk menjadi “teladan bagi orang-orang percaya” dalam beberapa hal.

 

Dalam  perkataan:Kaum  muda yang  memberi  pengaruh bagi  Kristus mengendalikan apa yang mereka katakan, menghindari perkataan yang merendahkan, dan mengucapkan perkataan yang menghormati Allah.

 

Dalam  tingkah laku:Kaum  muda  yang santun  bertingkah  laku memancarkan terang yang dapat dilihat oleh semua orang.

 

Dalam  kasih:Dengan  menaati perkataan  Yesus  untuk  mengasihi Allah dan sesama (Mat. 22:37-39) para kaum muda dapat menyenangkan hati Yesus dan menyentuh banyak jiwa.

 

Dalam  kesetiaan:Mereka  yang mempraktekkan  iman  dalam perbuatannya akan membawa perubahan dalam hidup orang lain.

 

Dalam kesucian:Memang sulit untuk memegang teguh kemurnian moral dan iman,  tetapi  anak muda  yang  dapat melakukannya  dapat  menjadi teladan bagi siapa saja.

 

Perkataan Paulus bukan berlaku bagi kaum muda saja. Kita semua harus menjadi  teladan dalam  perkataan,  tingkah laku,  kasih,  kesetiaan, dan kesucian. Itulah cara kita memberi hidup bagi orang lain karena dampak dari Kristus.

 

Dalam  perkembangan globalisasi  dapat  dikatakan sebagai  tantangan  bagi kaum muda  masa  kini. Sebagai  harapan  masa depan  gereja  dan masyarakat,  kaum muda  berada dalam  posisi  antara harapan  dan  kecemasan, karena  dengan  hadirnya globalisasi, kaum muda di satu pihak menemukan jati dirinya melalui sikapnya yang idealis,  tetapi dilain pihak kaum muda  mengalami krisis  dalam  pencarian iman  mereka, karena  dihadapkan  pada dua  sisi  kehidupan yang  saling berseberangan, yaitu antara yang rohani dan yang jasmani.

 

taise4Maka  perlu adanya  suatu  pembinaan bagi  kaum muda  yang biasanya dilakukan  dengan  mengadakan bimbingan  lewat  kegiatan-kegiatan  rohani oleh Komunitas Taize, Perancis. Pembinaan rohani kaum muda salah satunya adalah retret. Retret merupakan pembinaan dari segi rohani yang mengajak individu untuk menyadari  kehadiran Tuhan  dalam  hidup sehari-hari  sehingga  kehidupan itu  dapat dipahami  maknanya.

 

Kaum  muda  yang datang dan tinggal di Komunitas Taize, dari berbagai negara Eropa, Asia, Afrika, dan Australia diajak  untuk  memahami makna  hidup  yang umumnya sulit  ditemukan  dalam kesibukan  hidup  sehari-hari. Melangkah  secara benar  dengan menyadari  bahwa  setiap orang  dipanggil  untuk hidup  sesuai  dengan kehendak Tuhan. Terutama menyembuhkan situasi hidup yang sedang luka atau sakit.

 

bersambung………..

 

Dari bukit Taize, Perancis, pekan ke tiga Advent 2018

Oleh Frids WL dan Anastasia Novi Praptiningsih

Post Author: admin

1 thought on “Retret Di Taize, Perancis : Menemukan Makna Hidup

    Jenny kang

    (Mei 17, 2019 - 22:29)

    Jika ingin ikut retret taize ini daftar kemana ya?
    Terimakasih
    Dan kapan jadwal tedekat?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *