KAMPUS PARA PENDAMPING (KAMPING) OMK – Ruang Belajar dan Diskusi bagi Para Pendamping OMK

Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Pada hari lahir Pancasila tahun 2021 ini, Komisi Kepemudaan KWI menggelar suatu kegiatan yang menjadi salah satu tindak lanjut Rapat Pleno Komkep KWI, yaitu hari diskusi bersama.

Hari diskusi diadakan untuk memperdalam pembicaraan terkait sejumlah isu keprihatinan yang terjadi pada masa pandemi (sesuai hasil Survei OMK Indonesia yang diadakan Komkep KWI pada bulan Maret 2021).

Hari diskusi diharapkan juga dapat membantu para Pendamping OMK di keuskupan-keuskupan untuk merefleksikan; apakah program-program pendampingan untuk OMK selama ini telah berangkat dari kenyataanyang terjadi.

Dengan adanya analisis yang mendalam, ketika melihat kembali, para pendamping Orang Muda Katolik diharapkan  dapat memetakan program pendampingan, ‘meng-adakan’ jika belum ada, serta memperkuat yang sudah ada jika kurang dirasakan gerakannya.

Hari diskusi ketua dan pengurus komkep seluruh Indonesia ini diberi nama ’KAMPING OMK’ yang kepanjangannya adalah ‘Kampus Para Pendamping OMK’. Kamping OMK akan diadakan satu kali setiap tiga bulan pada hari Kamis dengan tema-tema berbeda.

Kamping OMK Bulan Juni 2021

Untuk Kamping OMK bulan Juni 2021 ini diangkat tema ‘Indonesia dan Hak Asasi Manusia’. Kamping OMK yang pertama ini dilaksanakan, pada Kamis, 10 Juni 2021 pkl. 17.00-19.30 WIB WIB/ 18.00-20.30 WITA/ 19.00-21.30 WIT dengan menggunakan aplikasi Zoom. Narasumber Kamping OMK I adalah Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Latar Belakang Kamping OMK I

Presiden Republik Indonesia ke-4, Abdurrahman Wahid atau yang sering kita kenal sebagai Gus Dur pernah memberikan sebuah pesan singkat tentang kemanusiaan: mari kita wujudkan peradaban ketika manusia saling mencintai, saling mengerti, dan saling menghidupi. Pesan tersebut termuat dalam buku ‘Fatwa dan Canda Gus Dur’ tulisan KH Maman Imanulhaq  (2010). Pesan Gus Dur ini terasa sangat menyejukkan dan tidak hanya berhenti sebagai sebuah pesan. Gus Dur pun memperjuangkannya. Bukan tanpa alasan jika seorang Gus Dur berjuang bagi kemanusiaan. Dalam Pancasila, sila kedua berbunyi: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Di  titik inilah kita sepakat bahwa hal-hal yang menyangkut kemanusiaan itu penting. Hak asasi manusia itu perlu dan penting untuk disadari, dipahami, dan diperjuangkan. Di tengah-tengah krisis kemanusiaan yang semakin mengemuka; mengingat, membicarakan, serta  mewujudkan Indonesia yang menghargai hak asasi manusia, banyak upaya yang perlu dibuat.

Dengan latar belakang tersebut, Komisi Kepemudaan KWI memandang perlunya berdiskusi tentang Hak Asasi Manusia. Hari Diskusi Bersama tersebut diharapkan dapat memberi arah bagi aksi Komisi Kepemudaan dalam menjawab tantangan, krisis, peluang, dalam situasi aktual yang dialami orang muda Katolik di Indonesia.

Pelaksanaan Kamping OMK I

Sejumlah 176 orang peserta dari 37 keuskupan hadir, di antaranya Padang, Palembang, Tanjung Selor, ketapang, Banjarmasin, Jakarta, Semarang, Purwokerto, Malang, Larantuka, Amboina, Jayapura dan Merauke. Doa Pembuka dan Pengantar dibawakan oleh Sekretaris Eksekutif Komkep KWI, RD Frans Kristi Adi Prasetya. Pkl. 17.10-17.15 WIB, Desiana Samosir selaku moderator membuka diskusi dan memperkenalkan narasumber. Pada pkl. 17.15-17.30 WIB dilakukan  pemaparan materi oleh Beka Ulung Hapsara.

 

Seusai pemaparan materi, dilakukan Sharing Pendamping dari Regio Papua, yang diwakili oleh RD John Bunay, Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Jayapura sekaligus Koordinator Jaringan Papua Damai. Selain dari Regio Papua, teman OMK dari Palu mewakili Regio MAM menceritakan situasi kemanusiaan pasca bencana di Palu.

 

 

 

 

 

Sharing mendapat tanggapan dari narasumber dan peserta lainnya. Terjadi berbagai diskusi menarik dengan simpulan akhir: Gereja ingin ikut mendengarkan orang muda yang sedang berada dalam krisis, termasuk krisis kemanusiaan baik yang terjadi di Papua, di Palu, atau di daerah-daerah lain. Apakah Gereja ikut menangis melihat orang muda yang sedang berada dalam krisis? Dalam Christus Vivit 75, Paus Fransiskus menulis demikian “kita tidak bisa menjadi Gereja yang tidak menangis menghadapi tragedi yang dialami orang muda.”

Diskursus lewat Kamping OMK ini diharapkan memberi atau menegaskan pendampingan OMK di keuskupan masing-masing. Pendampingan harus selalu diiringi kesediaan untuk mendengarkan krisis orang muda, terlebih pada Kamping OMK I ini krisis kemanusiaan dengan level dan realita yang berbeda-beda di tiap keuskupan. Para pendamping OMK juga sepakat tidak menutup mata dengan situasi yang terjadi di Papua dan berusaha menjadi “Simon dari Kirene”, seperti kata Pastor John Bunay, dengan mendoakan dan membangkitkan harapan orang muda di Papua lewat pesan-pesan damai yang bisa disuarakan lewat media sosial. Para pendamping OMK juga melatih kepekaan pada “getaran rasa” dan menyalurkannya juga dalam pendampingan kepada OMK agar OMK belajar untuk menyebarkan pesan damai, belajar untuk membela hak orang lain lewat berbagai macam karya.

Akhirnya,

Terima kasih pada siapa saja yang terlibat dalam kegiatan Kamping OMK yang pertama ini, terkhusus Beka Ulung Hapsara yang memberikan pencerahan soal keseriusan komnas HAM dalam membela harkat dan martabat manusia, Christian dari Palu dan Pastor John Bunay yang menceritakan situasi krisis tapi juga harapan untuk para pendamping OMK semua. Terima kasih untuk Desi yang sudah memoderasi diskursus ini, teman-teman komkep KWI dan Komsos KWI, dan untuk teman-teman semua ketua komkep dan para pendamping OMK di Keuskupan-Keuskupan di seluruh Indonesia.

Tuhan memberkati.

 

Post Author: komkep kwi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *